Sulit dan Rumit Atasi Pengemis di Kudus




Mudir, kepala Dinsos Kabupaten Kudus 

 

Kudus, Berita Moeria (Bemo)- Sangat sulit dan rumit untuk mengatasi-menanggulangi gelandangan, pengemis dan anak jalanan di Kabupaten Kudus. Meski telah “dibuatkan” peraturan daerah (Perda) nomor 15 tahun 2017 tanggal 21 Juni 2017.Kami dan dinas/instansi terkait sudah cukup sering untuk mengatasi. Baik secara bersama sama maupun melalui masing masing organisasi perangkat daerah (OPD). Yang lebih mendasar menyangkut mental, sehingga harus ada lembaga atau profesi tersendiri.” ujar Kepala Dinas sosial pemberdayaan perempuan perlindungan anak pengendalian penduduk dan keluarga berencana (Dinsos P3AP2KB) Kabupaten Kudus Mundir, di ruang kerjanya, Kamis ( 23/6/2022).

            Mereka- terutama pengemis beroperasi di perempatan jalan- lampu lalulintas/bangjo yang tersebar di berbagai lokasi strategis di Kota Kretek.Termasuk di komplek Menara Kudus.



Dengan mengenakan pakaian badut, meminta minta di seputar perempatan jalan di dekat kampus UMK Kudus 


            Adapun mental para gelandangan, pengemis dan anak jalanan tersebut pada umumnya kurang baik. Mereka sudah pernah dioperasi, “dibina”, hingga berbagai bentuk pelatihan dan ketrampilan. “Mereka awalnya mengikuti, mentaati, tapi kembali seperti awalnya.Lebih baik dan lebih enak jadi pengemis. Malas dan ini lebih kepada sikap mental” tambahnya.

            Mundir juga mengharapkan, warga juga ikut aktif mendukung untuk mengatasinya. Antara lain dengan tidak memberikan uang atau barang kepada mereka.

            Menurut Pasal 5 Peraturan Daerah (Perda) nomor 15 tahun 2017 tanggal 21 Juni 2017 tentang penanggulangan gelandangan, pengemis dan anak jalanan : Pengemis adalah orang-orang dengan kriteria: a. mata pencahariannya meminta-minta dan/atau tergantung pada belas kasihan orang lain; b. berpakaian kumuh, berpenampilan kurang layak, dan berada di tempat-tempat umum; dan c. memperalat sesama dan/atau mempergunakan alat untuk meminta belas kasihan orang lain

Pada Pasal 19 disebutkan: setiap orang dilarang: a. melakukan kegiatan menggelandang dan/atau mengemis baik perorangan atau berkelompok dengan alasan, cara dan alat apapun untuk menimbulkan belas kasihan orang lain; b. memperalat orang lain dengan mendatangkan seseorang/beberapa orang baik dari dalam daerah ataupun dari luar daerah untuk maksud melakukan kegiatan menggelandang, mengemis, dan/atau Anjal; c. mengajak, membujuk, membantu, menyuruh, memaksa, dan mengkoordinir orang lain secara perorangan atau berkelompok sehingga menyebabkan terjadinya kegiatan menggelandang, mengemis, dan/atau Anjal; dan/atau d. memberi uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada Gelandangan, Pengemis, dan Anjal di tempat umum.

Dan dalam Pasal 21 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 19 huruf a, diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam) minggu dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

 (2) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 19 huruf b diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

 (3) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 19 huruf c diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 19 huruf d diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Perda itu sendiri sudah “berumur” sekitar empat tahun lebih enam bulan, tapi eksekusinya di lapangan- nampaknya masih perlu dipertanyakan(Sup)

Komentar

Lebih baru Lebih lama