Perempuan berwajah menarik , ramah dan murah senyum kelahiran Rembang, 10 September 1981 ini menambahkan sudah lebih dari 15 tahun berjualan lenthok dan
belum berniat “pensiun”. Sebab jumlah pembeli dan pelanggan tergolong stabil
tinggi/banyak. Apalagi kini mulai merambah ke model online. “Asal sampai
lokasi pemesan/pembeli maksimal sore hari kami akan layani. Mengingat, lenthok
itu berkuah –bersantan kelapa, sehingga tidak mampu bertahan lama
(mambu/berbau)” ujarnya. Kondisi
tubuh, rambut, pakaiannya, ketika bertemu pada
menjelang akhir April 2013 dibanding pertengahan Juni 2022, cukup
berbeda. Awalnya nampak kurus, kini bertambah gemuk.
Menurut Sri Dewi, yang
bersuamikan Sutriman,
kemampuan mempertahankan usahanya sejak lebih 15 tahun lalu, juga ditunjang
dengan pola masak yang memenuhi standar, kebersihan warung, hingga
penampilan-pelayanan terhadap pembeli.
Perempuan yang kini sering berjilbab ini juga telah
mengantungi sertifikat kursus hygiene sanitasi makanan nomor 690/190/04.03/2016
yang dikeluarkan Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus per 22 Agustus 2016 yang ditanda-tangani kepala
Dinas Kesehatan Kudus, dokter Maryata.
Sri Dewi telah memenuhi syarat dan dipandang cukup untuk
mengelola hygiene sanitasi makanan. Sertifikat itu sendiri dikeluarkan
berdasarkan Permenkes nomor 096/Menkes/Per/VI/20111 tentang persyaratan hygiene
sanitasi jasa boga. Sekarang semua
penjual lenthok di komplek ini sudah bersertifikat pula. Bahkan paling lambat
setahun sekali, petugas Dinas Kesehatan mengontrol ke setiap warung dan
sekaligus memberikan masukan masukan.” ujarnya lagi.
Selain itu sejak Rabu (16/7/2015 ), mereka tidak lagi menempati warung emplek emplek. Melainkan menempati
warung permanen berukuran seragam dan ditata sedemikian rupa, sehingga terkesan
rapi – bersih. Serta ditunjang halaman sekaligus areal parkir yang sangat luas.
Mampu menampung cukup banyak mobil dan puluhan sepeda motor.
Proses produksi
Setiap hari , Sri Dewi, sudah mulai memasak sejak pukul
05.00 di rumahnya Desa Tanjungkarang RT 02/RW III. Kemudian dilanjutkan dengan
membawa masakannya itu ke kios komplek LT yang terletak hanya beberapa ratus
meter dari rumahnya . “Setiap hari saya rata-rata memasak untuk satu angkring
atau sekitar 150 – 200 porsi. Namun jika pada hari Minggu, atau hari libur
lainnya. Terutama pada seputar tanggal 25 hingga tanggal 1- 5, bisa dua-tiga kali lipat,” tutur ibu
dari satu anak tunggal Ariya, yang kini tengah menyelesaikan kuliahnya.
Terkadang juga
harus melayani warga yang tengah menggelar resepsi atau acara lainnya.
Tidak hanya di Kudus, tapi juga di luar kota. Beberapa waktu lalu kami memenuhi pesanan dari salah satu warga
Bandungan Ambarawa yang tengah membuka usahanya “kebun bunga”.Tidak hanya satu
pikul/angkring, malah sekaligus lima.” ujarnya sembari tertawa senang.
Secara garis besar tentang uba rame memasak lenthok.
Yaitu terdiri dari empat komponen: lonthong (terbuat dari beras, dibungkus
dengan daun pisang, berbentuk panjang), sayur nangka /thewel/gori, opor tahu
dan sedikit tempe. Dengan catatan tahu, thewel dan santannya lebih dominan.
Untuk satu angkring, biasanya dibutuhkan dua-tiga buah
thewel ( gori/nangka) ukuran sedang, 60 buah tahu, beberapa bungkus tempe dan
beberapa puluh lonthong. Bumbunya berupa bawang bawang putih, bawang merah,
kemiri, lengkuas, ketumbar, jinten, jahe, garam, gula, daun serai, salam, jeruk
dan santan.”Cara memasaknya tidak ada
yang istimewa. Seperti halnya ibu-ibu rumah tangga memasak setiap hari. Hanya
saja saya memang sengaja membuat lonthong sendiri dengan bahan baku pilihan.
Begitu pula tahunya juga membeli dari perusahaan tahu terkenal. Jadi bahan baku
, takaran hingga kombinasi bumbu, sangat
dominan terciptanya rasa masakan yang lebih enak sesuai selera umum
konsumen,” tambahnya.
Sri Dewi saat melayani pembeli pada awal September 2016, foto by Sup
Dan ketika sudah tersaji di warung ia menyesuaikan selera
pembeli.Bagi pembeli yang senang dengan
rasa pedas, disediakan sambal tersendiri dalam jumlah lebih dari cukup.
Sebaliknya yang tidak senang rasa pedas, terutama anak-anak, Dewi tidak akan
memberi tambahan sambal.
Dan yang diamati selama ini, pembeli tidak hanya puas
dengan satu porsi Biasanya pembeli banyak yang tanduk (tambah), dari
setengah porsi hingga satu porsi. Malah ada pula yang habis tiga porsi
sekaligus.
Dewi juga dengan jeli menyodorkan “lauknya”. Seperti
telor burung puyuh, sate kulit ayam, sate kerang, kerupuk udang dan bakwan.
Sedang minumannya tersedia teh botol dingin, biasa, air putih gelas atau teh
manis/panas.(Sup)
Posting Komentar