Sri Dewi Gagal Kuliah, Sukses Jadi Bakul Lenthok

Sri Dewi berada di warung lenthoknya, Jumat 17 Juni 2022. Foto by Sup     Kudus, Berita Moeria –Saya sebenarnya ingin melanjutkan kuliah, tetapi keluarga kami tidak sanggup membiayai..Akhirnya saya memilih untuk jualan  Lenthok  di seberang lapangan sepakbola Desa Tanjungkarang Kecamatan Jati (Kudus). Sampai sekarang ini” tutur Sri Dewi ,  di warungnya Jumat ( 17/6/2022). Sri Dewi bukan nama asli. Melainkan nama samaran agar mudah dihafal dan keren. Sedang nama pemberian orang tuanya Kurnia Suciana.

Perempuan berwajah menarik , ramah dan murah senyum  kelahiran Rembang, 10 September 1981 ini menambahkan sudah  lebih dari 15 tahun berjualan lenthok dan belum berniat “pensiun”. Sebab jumlah pembeli dan pelanggan tergolong stabil tinggi/banyak. Apalagi kini mulai merambah ke model online. “Asal sampai lokasi pemesan/pembeli maksimal sore hari kami akan layani. Mengingat, lenthok itu berkuah –bersantan kelapa, sehingga tidak mampu bertahan lama (mambu/berbau)”  ujarnya. Kondisi tubuh, rambut, pakaiannya, ketika bertemu pada  menjelang akhir April 2013 dibanding pertengahan Juni 2022, cukup berbeda. Awalnya nampak kurus, kini bertambah gemuk.

Menurut Sri Dewi, yang bersuamikan Sutriman, kemampuan mempertahankan usahanya sejak lebih 15 tahun lalu, juga ditunjang dengan pola masak yang memenuhi standar, kebersihan warung, hingga penampilan-pelayanan terhadap pembeli.

Perempuan yang kini sering berjilbab ini juga telah mengantungi sertifikat kursus hygiene sanitasi makanan nomor 690/190/04.03/2016 yang dikeluarkan Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus per 22  Agustus 2016 yang ditanda-tangani kepala Dinas Kesehatan Kudus, dokter Maryata.

Sri Dewi telah memenuhi syarat dan dipandang cukup untuk mengelola hygiene sanitasi makanan. Sertifikat itu sendiri dikeluarkan berdasarkan Permenkes nomor 096/Menkes/Per/VI/20111 tentang persyaratan hygiene sanitasi jasa boga. Sekarang semua penjual lenthok di komplek ini sudah bersertifikat pula. Bahkan paling lambat setahun sekali, petugas Dinas Kesehatan mengontrol ke setiap warung dan sekaligus memberikan masukan masukan.” ujarnya lagi.

Selain itu sejak Rabu (16/7/2015 ),  mereka tidak lagi menempati warung emplek emplek. Melainkan menempati warung permanen berukuran seragam dan ditata sedemikian rupa, sehingga terkesan rapi – bersih. Serta ditunjang halaman sekaligus areal parkir yang sangat luas. Mampu menampung cukup banyak mobil dan puluhan sepeda motor.

Sri Dewi di warung lamanya, 13 April 2013 by Sup

Proses produksi

Setiap hari , Sri Dewi, sudah mulai memasak sejak pukul 05.00 di rumahnya Desa Tanjungkarang RT 02/RW III. Kemudian dilanjutkan dengan membawa masakannya itu ke kios komplek LT yang terletak hanya beberapa ratus meter dari rumahnya . “Setiap hari saya rata-rata memasak untuk satu angkring atau sekitar 150 – 200 porsi. Namun jika pada hari Minggu, atau hari libur lainnya. Terutama pada seputar tanggal 25 hingga tanggal  1- 5, bisa dua-tiga kali lipat,” tutur ibu dari satu anak tunggal Ariya, yang kini tengah menyelesaikan kuliahnya.

Terkadang juga  harus melayani warga yang tengah menggelar resepsi atau acara lainnya. Tidak hanya di Kudus, tapi juga di luar kota. Beberapa waktu lalu kami memenuhi pesanan dari salah satu warga Bandungan Ambarawa yang tengah membuka usahanya “kebun bunga”.Tidak hanya satu pikul/angkring, malah sekaligus lima.” ujarnya sembari tertawa senang.

Secara garis besar tentang uba rame memasak lenthok. Yaitu terdiri dari empat komponen: lonthong (terbuat dari beras, dibungkus dengan daun pisang, berbentuk panjang), sayur nangka /thewel/gori, opor tahu dan sedikit tempe. Dengan catatan tahu, thewel dan santannya lebih dominan.

Untuk satu angkring, biasanya dibutuhkan dua-tiga buah thewel ( gori/nangka) ukuran sedang, 60 buah tahu, beberapa bungkus tempe dan beberapa puluh lonthong. Bumbunya berupa bawang bawang putih, bawang merah, kemiri, lengkuas, ketumbar, jinten, jahe, garam, gula, daun serai, salam, jeruk dan santan.”Cara memasaknya tidak ada yang istimewa. Seperti halnya ibu-ibu rumah tangga memasak setiap hari. Hanya saja saya memang sengaja membuat lonthong sendiri dengan bahan baku pilihan. Begitu pula tahunya juga membeli dari perusahaan tahu terkenal. Jadi bahan baku , takaran hingga kombinasi bumbu, sangat  dominan terciptanya rasa masakan yang lebih enak sesuai selera umum konsumen,” tambahnya.

Sri Dewi saat melayani pembeli pada awal September 2016, foto by Sup

Dan ketika sudah tersaji di warung ia menyesuaikan selera pembeli.Bagi pembeli yang senang dengan  rasa pedas, disediakan sambal tersendiri dalam jumlah lebih dari cukup. Sebaliknya yang tidak senang rasa pedas, terutama anak-anak, Dewi tidak akan memberi tambahan sambal.

Dan yang diamati selama ini, pembeli tidak hanya puas dengan satu porsi Biasanya pembeli banyak yang tanduk (tambah), dari setengah porsi hingga satu porsi. Malah ada pula yang habis tiga porsi sekaligus.

Dewi juga dengan jeli menyodorkan “lauknya”. Seperti telor burung puyuh, sate kulit ayam, sate kerang, kerupuk udang dan bakwan. Sedang minumannya tersedia teh botol dingin, biasa, air putih gelas atau teh manis/panas.(Sup)

                 

 

Komentar

Lebih baru Lebih lama