Kudus, Berita Moeria (Bemo)- Sebilah keris yang bernama Nagakumala, berpermata
Ratnakumala, buatan Empu Janggito, milik Prabu Watugunung dari Kerajn Gilingwesi tahun 496 Masehi,
sampai saat ini masih utuh di tangan YS Handoko (71) warga Kota Kudus.
Handoko menerima warisan keris tersebut dari
ayahnya yang akrab dipanggil Pak T. Nama sebenarnya Tee Song Liang kemudian
diganti menjadi Tejo Sulyanto. Ia meninggal pada 7 Oktober 2002 dalam usia 76
tahun. Dan keturunan ke-18 dari Kiai Ageng Tee Ling Sing- guru Sunan Kudus. “Ini
salah satu diantara sejumlah peninggalan bapak saya, yang termasuk sangat
langka dan bersejarah,” ujar Handoko yang ditemui Bemo,di rumahnya Kelurahan
Wergu Kulon
Keris itu sendiri di bagian pangkal ( tempat
pegangan, dikelilingi banyak mutiara berbagai warna. Saat terkena cahaya dari
lampu kamera, memantulkan cahaya warna warni. Saya selalu merawat sesuai pesan
tertulis almarhum bapak saya yang tertempel di warangka/sarung keris. Antara
lain hari baik untuk tosan aji pada Selasa dan Kamis dengan pasaran pahing dan
pon. Sedang hari pantangan Senin Legi, bertepatan meninggalnya empu Pangeran
Sendang. Rabu Kliwon (empu pangeran Sedayu), Sabtu Wage ( empu pangeran Welang)
dan Minggu Wage ( empu pangeran Cinde Anom).Sedang khasiat keris Nagakumala
tersebut menyangku kemakmuran,kesejahteraan serta kewibawaan,” tambah Handoko.
Kerajaan Gilingwesi.-
Menurut website Desa Ngujung Kecamatan
Temayang Kabupaten Bojonegoto Jawa Timur, Kerajan Giling Wesi (nama raja sampai
saat ini belum diketahui pasti) adalah salah satu kerajaan kecil yang rakyatnya
hidup makmur.Terdiri dari beberapa kademangan, diantaranya kademangan tersebut
adalah Kademangan Klumpit dengan nama Demangnya Ki Ageng Langkir (Ki Angkir),
dan Kademangan Karang Geneng.
Keberadaan Kerajaan Gilingwesi semula berada
sebelah barat Desa Ngujungyang ditandai
banyaknya pecahan atap genting, bata merah dan bekas kuburan ala hindu
dan budha yang banyak ditemukan montenya (biji kalung dari keramik tanah liat)
tepatnya didaerah persawahan-sawah kenongo .Serta sendang Giling (sekarang
menjadi wilayah Desa Jono Kecamatan Temayang).
Sedang bekas , pusat,kerajaan sekarang berada
di sebelah utara kuburan/makam utama Desa Ngujung. Ditandai dengan adanya
pondasi yang dibuat dari bata putih (watu kumbung).Masyarakat menyebut bekas
kademangan Boto Putih.
Lalu makam utama Desa Ngujung dulunya adalah
makam keluarga punggawa kerajaan. Sedangkan kuburan/makam Watu Gede dulunya
adalah makam rakyat kerajaan Giling Wesi. Untuk Balai Pusaka dan gedung harta
kekayaan terletak di sebelah barat kuburan/makam utama Desa Ngujung dengan
ditandai banyaknya misteri pusaka dan
harta kekayaan yang berupa Golek Kencono (patung dari emas) yang konon hanya
bisa dilihat orang-orang tertentu
Prabu Watugunung
Watugunung anak raja Kundadwipa
yang bernama Dang Hyang Kulagiri dan ibunya bernama Dewi Sintakasih. Kisahnya
berawal dari Sang Raja Dang Hyang Kulagiri yang berpamitan kepada kedua
istrinya, Dewi Sintakasih dan Dewi Sanjiwartia, untuk bertapa di Gunung Semeru.
Saat itu Dewi Sintakasih dalam kondisi hamil
dan ketika sang suami tidak kunjung pulang ke kerajaan Dewi Sintakasih dan Dewi
Sanjiwartia memutuskan mencari suaminya ke gunung Sumeru. Setibanya di lereng
gunung mendadak perut Dewi Sintakasih sakit. Lalu merebahkan diri di atas batu
yang datar dan lebar.
Posting Komentar