Galian C Desa Tanjungrejo Pro dan Kontra

Sebuah alat berat dan dua truk di lokasi galian C desa Tanjungrejo Jekulo Kudus, foto by Sup
Kudus, Berita Moeria (Bemo)- Sudah lebih dari 20 tahun  bukit dengan ketinggian lebih dari 30 meter di Desa Tanjungrejo Kecamatan Jekulo ini ditambang (digali) secara manual dan selanjutnya digantikan dengan mesin/alat berat.

                Selama kurun waktu tersebut bukit dengan ketinggian di atas 30 meter dan tidak diketahui secara pasti luasannya, sebagian besar sudah rata dengan tanah. Serta telah berubah menjadi lahan pertanian, perkebunan hingga perumahan.

                Bukit tersebut menurut warga berupa kumpulan  batu, kerikil dan padas, Sebagian besar adalah milik rakyat dan sebagian kecil kepunyaan Perum Perhutani.

Meski tinggal menyisakan beberapa hektar saja, masih tetap saja memunculkan pro kontra. “ Dalam pembahasan Peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ) terbaru yang saya mengikuti prosesnya Kabupaten Kudus  hanya menetapkan  Desa  Tanjungrejo dan Gondoharum yang mendapat izin khusus dalam peruntukkan penambangan/galian C. Saat ini kondisinya cukup kondusif “ ujar Kepala Desa (Kades) Tanjungrejo, Kepala Desa Tanjungrejo Christian Rahadiyanto, Rabu (15/6/2022)

Sedang menurut laman Pemkab Kudus, lokasi penggalian golongan Csudah ditetapkan sejak tahun 2017.  Adapun potensi bahan tambang golongan C di Kabupaten Kudus meliputi : andesit - pasir, kaolin, andesit, andesit - sirtu, pasir - lempung, sirtu, lempung, gamping, trass dan leusit.

 Bahan galian yang sudah dimanfaatkan adalah andesit, pasir, batu gamping, lempung yang digunakan sebagai bahan baku batu bata, genting dan gerabah serta pasir - lempung, trass, andesit - sirtu digunakan untuk tanah urug.

Sebagian bukit bekas galian C yang telah berubah menjadi areal perkebunan tebu dan pertanian di desa Tanjungrejo Jekulo Kudus, foto by Sup

Trass : sebagai bahan baku batako karena unsur CaO yang berasal dari larutan mineral dapat berfungsi sebagai semen. Lokasinya  : Menawan, Kuwukan, Cranggang, Kandangmas, Terban, Tanjungrejo.Luasnya : 287,5 Hektar dan Volume : 152.588 juta  meter kubik.

Namun berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2021,  dalam kolom industri, pertambangan dan energi- samasekali tidak tercatat tentang golongan C di Desa Tanjungrjo maupun wilayah Kecamatan Jekulo. Meskipun demikian bisa ditarik kesimpulan, jika  keberadaan golongan C di desa yang berpenduduk  lebih dari 9.962 jiwa ini  sejak awal  sudah ditetapkan Pemkab Kudus. Dan belum pernah dicabut, bahkan dikuatkan dalam RTRW yang berlaku hingga tahun 2032.

Bagi yang kontra, yang selalu dipermasalahkan adalah  kerusakan lingkungan hingga  bencana alam. Memang harus diakui, ketika awal awal penambangan- hampir selama 24 jam, jalan raya seputar perempoatan Krawang- hingga lokasi penambangan Desa Tanjungrejo ke luar masuk ratusan truk untuk bongkar muat galian C.

Selain menimbulkan kerusakan jalan , juga  polusi udara, kebisingan suara dan sebagainya. Namun secara bertahap bisa teratasi. Bahkan dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun terakhir, belum pernah terjadi bencana alam yang memunculkan banyak korban harta benda, hingga kurban manusia.

Justru sebaliknya saat ini terlihat sejumlah perkebunan dan areal tanaman pertanian hingga perumahan, yang lokasinya semula berupa perbukitan terjal dan gesang. Bahkan dengan dibangunnya bendung Logung yang berdaya tampung sekitar 20 juta meter kubik air mampu merubah peta perekonomian/usaha bagi warga setempat,

Pemerintah Desa Tanujungrejo juga mempelopori pembangunan tempat wisata dan menjadikan desa ini ditetapkan sebagai desa wisata. Jalur wisata/ desa dengan bendung Logung menjadi satu kesatuan yang bisa saling mengisi untuk mewujudkan usaha baru di bidang wisata.

Pengeprasan bukit yang dilakukan Nurul, salah satu penambang yang bekerjasama dengan pemilik lahan, sudah menerapkan pola penyelamatan hingga memunculkan wajah baru. Seperti pengeprasan model terasering, yang bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian, perkebunan, perumahan atau tempat wisata. Tentu saja dengan mengandalkan pemandangan alam dan lingkungan seputarnya.

Terasering menurut Wikipedia : atau sengkedan merupakan metode konservasi dengan membuat teras-teras yang dilakukan untuk mengurangi panjang lereng, menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah. 

Metode terasering di terapkan dalam penggalian-penambangan galian C desa Tanjungrejo Jekulo Kudus, foto by Sup

Hanya saja model penyelamatan lingkungan harus dibarengi dengan  pengalihan atau pengurangan lahan pertanian dari tanaman semusim menjadi tanaman tahunan. Yang berfungsi ganda, bisa dipetik hasilnya dan juga mampu mencegah terjadi kerusakan lingkungan. Seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya. Tanaman tahunan yang dimaksud adalah berbagai macam tanaman buah-buahan. Seperti durian jenis unggul  (musang king, petruk dan sebagainya) hingga alpukat.

Sedang pengadaan air bersih yang baru sebagian kecil  diikuti warga, sangat terbuka jika jaringan milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kudus telah mampu memanfaatkan jatah air dari bendung Logung. Dan itu lebih dari cukup untuk mencukup kebutuhan air bersih bagi penduduk Tanjungrejo dan sekitarnya.(Sup)

Komentar

Lebih baru Lebih lama