KUDUS,
Berita Moeria (Bemo) – Gerbang Wisata Desa Jepang Kecamatan Mejobo
Kabupaten Kudus yang digadang-gadang mampu mendongkrak desa ini menjadi salah
satu tujuan wisata. Atau menjadi salah obyek wisata di Kabupaten Kudus.
Ternyata ambyar.
Nyaris tidak pernah “dinikmati”
warga desa setempat. Apalagi dari luar desa/kecamatan/kabupaten. Salah satu
penyebabnya adalah lokasi pembangunan yang tidak tepat. Terkesan tersembunyi. Juga desainnya kurang
kuat untuk menggambarkan tentang sentra industri rumah tangga berbahan baku
bambu.
Meski berada beberapa meter samping barat ( jalur kiri)
tepi jalan lingkar timur timur yang
menghubungkan Desa Ngembalrejo dengan
komplek terminal induk Desa Jati Wetan. Dan terbagi menjadi dua jalur. Jalur
sebelah kiri dari arah terminal induk /Semarang. Sebaliknya dari arah yang
berlawanan ( dari Ngembalrejo)..
Desa Jepang dikenal sebagai sentra produksi berbagai
peralatan/perabot rumah tangga dari bahan utama bambu. Seperti ekrak, tambir,
kalo. Kranjang, tampah, kipas, dunak, tebok, irig, caping, kurungan ayam,cething,
angkringan, hiasan dan gedhek
Kepala Desa Jepang, Indarto yang
ditemui Bemo di ruang kerjanya, membenarkan
hal tersebut. “Kami hanya ketempatan.
Sedang perencanaan gambar/desain gapura
dan biaya pembangunannya sepenuhnya di tangani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kebudayaan Kudus. Sampai sekarang secara
resmi belum diserahkan kepada pemerintahan desa (Pemdes) Jepang. Kami sesekali
membersihkan bangunan tersebut” tuturnya.
Selasa (17/5/2022).
Indarto juga menambahkan, kondisi
para pengrajinnya menurut Kepala Desa Jepang, Indarto sebagian besar merupakan
“samben” alias bukan mata pencarian/penghasilan utama. Sampai saat ini juga
terkendala dengan penyediaan bahan baku yang masih harus didatangkan dari
daerah lain (Magelang dan sekitarnya) dan umumnya hasil ;produksinya baru
terbatas pada peralatan rumah tangga. “Kami memang berusaha untuk meningkatkan
jenis produksinya- seperti produksi aneka jenis souvenir/cendera mata. Bahannya
sama, tapi irit dalam penggunaan dan nilai jualnya lebih mahal dibanding
produksi peralatan rumah tangga,” ujarnya.
Vita, dari Dinas
Kebudayaan dan Parwisata Kudus, yang dihubungi via Whats App (WA) mengatakan : akan cek dulu datanya seperti apa.
. Menurut catatan Bemo, dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2016, empat desa rintisan desa wisata di
Kabupaten Kudus memperoleh biaya pembangunan gerbang/gapura khusus sebagai
identitas desa.masing-masing. Biaya per gerbang/desa sekitar Rp 350 juta dan harus selesai 100
persen pada akhir Desember 2016.
Adapun “status” biaya itu bersumber dari dana aspirasi,
yaitu dana yang khusus ditangani /berasal masing-masing anggota dewan. Empat
desa itu adalah : Desa Terban Kecamatan Jekulo, Desa Wonosoco (Undaan), Desa
Jepang ( Mejobo) dan Desa Kaliwungu (Kaliwungu)
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus, Yuli Kasianto yang didampingi Kepala bidang (Kabid) Pariwisata, Dwi Yusi
Sasepti,( 5 Desember 2016) bentuk atau
desain gerbang khusus itu disesuaikan dengan kekhasan masing-masing desa yang
bersangkutan.
Desa Kaliwungu dikenal sebagai
tempat tinggal Ragamaya. Ia dikenal sebagai tukang kayu ulung, khususnya
dalam membuat Rumah Adat Kudus. Desa Terban disesuaikan dengan keunggulan desa
setempat yang dikenal sebagai Situs Patiayam, salah satu situs yang sejajar
dengan Situs Manusia Purba Sangiran (Sragen) yang telah ditetapkan sebagai
salah satu warisan budaya dunia. Primadona Situs Patiayam adalah gajah purba
( stegodon trigono chepalus), sehingga
desainya gerbangnya berupa gajah atau gadingnya yang panjangnya lebih dari
tiga-empat meter.Lalu gerbang Desa Jepang desainnya bernuansa aneka jenis hasil
anyaman dari bambu dan desain gerbang Desa Wonosoco lebih kepada wayang klitik.
(Sup)
Posting Komentar