Kudus,
Berita Moeria (Bemo)- Setelah “termehek-mehek”
akibat Covid-19, Untung- panggilan akrab warga Desa Rendeng Kecamatan Kota
Kudus mencoba bangkit. Mencoba keberuntungan dengan berjualan swikee, di seputar lapangan sepakbola
desa setempat.”Baru sekitar dua bulan
jualan.Lumayan setiap hari rata-rata satu ekor ayam, satu ekor enthok dan satu
kilogram kodok, yang saya masak dengan menu swikee habis terjual.Belum begitu
menguntungkan. Tapi lancar dan saya syukuri” ujarnya.
Untung
mengakui tidak punya keahlian memasak. Namun didorong dan diajari salah satu
temannya akrabnya. “ Saya tertarik,
karena tidak punya pekerjaan tetap. Tidak punya modal uang atau kepandaian. Dan
saya masih harus menghidupi seorang isteri plus satu anak. Tiga anak lainnya
sudah “mentas” ( berdiri sendiri)” tambahnya
Swikee
selama ini dikenal sebagai masakan Tionghwa. Koki dan sekaligus pemilik
warungnya awalnya adalah warga keturunan. Dengan bahan utama kodok Sedang
bumbunya : bawang putih, jahe, tauco, garam, dan lada. Dan swikee Purwodadi
Grobogan dikenal secara nasional . "swikee" berasal dari dialek Hokkian
(水雞, Pe̍h. ōe-jī: súi-ke) sui (air) dan ke (ayam), untuk menyebut kodok
sebagai "ayam air".
Dalam
beberapa tahun terakhir di berbagai kota- termasuk di Kabupaten Kudus
bermunculan warung swikee- tapi dengan bahan baku dari ayam dan entok. Bang Untung tergolong pemula. “ Saya tiga macam sekaligus. Biar
pembeli-pelanggan leluasa memilih. Sedang harganya sama saya pathok Rp 15.000,-
per porsi. Dan ini menjadi menu unggulan warung saya, yang buka setiap
menjelang siang hingga sore hari. Rasa dan kebersihannya yang saya kedepankan,”
tutur Bang Untung.
Pak Tri,
warga Desa Mlati Kidul Kudus adalah
salah satu pelanggannya. Rasanya enak.Perabotan
dan warungny juga terjaga kebersihannya.Harganya tidak mahal. Umumlah. Saya
pilih swikee enthok. Biasanya tambah satu porsi nasi dan minta tambahan kuah.
Setelah makan pasti gobyos (berkeringat),” ujar pria bertubuh jangkung,
sambil menyeka keringatnya.(Sup)
Posting Komentar