Kudus,
Berita Moeria (Bemo)- Sudah sekitar 44 tahun tanpa
henti berprofesi sebagai wartawan, baru sekali ini memotret “tampang “ Pabrik
Gula (PG) Rendeng di Jalan Jendral Sudirman Kudus harus ijin dari petinggi PG. Itupun dengan syarat yang
diperbolehkan bagian depan saja. Bagian lain dan bagian dalam dilarang.
Hal
itu terjadi saat saya mengunjungi PG yang didirikan pada tahun 1840, Kamis
(12/5/2022) sekitar pukul 14.30 WIB. Begitu motor yang saya kendarai melewati
pintu gerbang yang terbuka, saya
mematikan mesin- turun dari kendaraan- hendak membuka helm. Tapi mendadak
didatangi seorang satuan pengamanan (satpam) yang pakaian seragamnya masih
mirip dengan pakaian anggota Polri.
“Bapak mau apa” tanya Satpam muda itu
tanpa basa basi. Saya mau motret pabrik
gula, jawab saya sambil menunjuk dinding tembok yang lumayan tinggi, lebar
dan bagian tengahnya terbuka untuk pintu masuk lori tebu. Sedang bagian atas terpampang tulisan PTP Nusantara IX
(Pesero) PG Rendeng.
Tidak boleh Pak. Bapak harus ijin dulu
pimpinan saya. Itu perintahnya
Lho kok nggak boleh alasan apa. Bisa
tunjukkan aturan tertulisnya” jawab saya sembari memarkir motor- mepet dengan tembok
halaman kantor koperasi dan mengambil
tas berisi dua set kamera.
Kemudian
Satpam yang tidak salah ingat nama yang tertulis di bajunya Budi, menggiring
saya untuk bertemu dengan salah satu satpam yang tengah berjaga di ruang
penjagaan. Dan hanya beberapa langkah saja jaraknya.
Kemudian
sambil duduk saya mengatakan hendak motret saja- sambil saya sodorkan sebuah
kartu pers yang berlaku seumur hidup. “Memang
tidak boleh motret Pak. Bapak jangan ngeyel” ujar Satpam yang ternyata
bernama Teguh B dan mengaku sudah bekerja sejak tahun 1990 an.
Oh ya. Silahkan ini kartu pers saya tunjukkan kepada pimpinan PG
dan saya hanya bermaksud motret di bagian depan itu saja.
Satpam
Joko membawa buku tamu dan kartu pers saya ke kantor PG. Kemudian sekitar
seperempat jam kembali ke pos jaga dan mengatakan Bapak boleh motret. Tapi bagian depan saja di dalam di larang.
Obyek
yang saya foto itu sebenarnya nyaris tidak ada perubahan- seperti yang pernah
saya saksikan sekitar tahun 1978- kali pertama saya motret PG yang telah uzur
tersebut. Kecuali berganti cat yang disesuaikan dengan keiinginan “sang
administratur “PG Rendeng.
Ketika
kamera saya arahkan ke samping kanan
bangunan induk arah belakang, nampak dua buah cerobong besar. Satu diantaranya
yang berada di bagian depan juga terlihat tulisan besar PG Rendeng. Sedang di
bagian puncaknya terlihat gerombolan rumput liar. Maklum sudah dua tahun lebih
tidak produksi dan saat hendak produksi lagi pada Minggu 15 Mei 2022, cerobong
itu dibiarkan ditumbuhi rumput. Mungkin dengan harapan pada masa giling selama
kurang dari 100 hari rumput tersebut
akan mati dengan sendirinya.
Lalu
ketika “membidik” melalui kamera lagi. Ternyata
terlihat plafon bagian depan kantor koperasi tebu ini jebol. Saya tidak
mau berdebat tentang peristiwa di PG Rendeng yang baru selesai “direnovasi”
tersebut. Kenyataannya memang baru sekali ini saya memotret di banyak PG di
Indonesia yang pernah saya kunjungi dilarang dan harus berijin. Dan ketika
seorang pemuda juga tengah memotret PG tersebut melalui kamera handphonenya, yang bersangkutan tidak ditegur.Apalagi dilarang oleh dua
orang Satpam PG. Alasannya , itu mahasiswa yang tengah Kuliah Kerja Nyata
(KKN).(Sup)
Posting Komentar