Kudus,
Berita Moeria (Bemo) – Pinus adalah salah satu
tanaman asli Indonesia dan kali pertama
seorang ahli botani asal Jerman, Dr F.R Junghuhn dengan nama “Tusam” di
daerah Sipirok, Tapanuli Selatan. Pinus adalah jenis tanaman primadona (60%)
yang ditanam dalam Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air. Khususnya
kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh pemerintah melalui Kementerian
Kehutanan yang telah dilaksanakan sejak era tahun 60-an.
Pinus dipilih, karena tersedianya benih cukup banyak. Laju
pertumbuhannya cepat. Bahkan dapat menjadi jenis pionir dan dapat tumbuh pada
lahan-lahan yang marginal. Kecuali itu sangat cocok untuk penghijauan dan
reboisasi. Sebab mudah beradaptasi dan hutan pinus berperan besar mencegah erosi, longsor dan banjir di
daerah lereng hingga pegunungan .
Sedang hutan pinus yang berada di
Desa Kajar Kecamatan Dawe Kudus, sejak sekitar setahun terakhir ditangani
bersama antara pihak swasta dan badan usaha milik desa (BUMDes) setempat. Setelah
berhasil menyewa dari Perum Perhutani selama 20 tahun. Dengan sewa per
tahun Rp 50 juta.
Pihak
swasta yang dimaksud adalah Direktur wana wisata Pijar Park, Yusuf . Pijar singkatan dari Pinus Kajar. “ Salah satu
yang menjadi larangan keras adalah merusak- menebang pohon pinus.
Sehingga dalam konsep-program kerja kami menjadikan kawasan ini sebagai obyek
wisata alami- tanpa menebang dan merusak pohon ( pinus) yang ada. Sebaliknya
tetap menjaga kelestariannya. “ ujarnya saat bertemu dengan Bemo .
Salah satu diantaranya yang baru saja dibangun adalah tiga rumah pohon dan lima homestay.
Rumah pohon adalah “rumah” yang berukuran sekitar 4 x 4 meter. Dibangun di sela
sela diantara ketinggian pohon pinus. Dengan
landasan bangunan beton bertulang.
Tapi pada titik ketinggian tertentu, baru dibangun “rumah” yang
didominasi kayu. “Dilengkapi dengan
sarana-prasarana standar sebuah penginapan.Hanya saja yang membedakan dengan
rumah penginapan lainnya adalah lokasi, bentuk bangunan, bahan bangunan dan
situasinya yang serba alami,” tutur Direktur Pijar Park melalui salah satu
wakilnya, Maskur.
Serba alami itu antara lain ditandai dengan kondisi hutan
pinus yang mampu menyerap paling tidak 40 persen dari terik-panasnya matahari
di sepanjang siang hari. Berganti dengan suasana sejuk. Diselingi “ semilirnya” hembusan angin
dan aroma udara yang tidak tercemar polusi.
Lalu
saat menjelang matahari terbit dan matahari tenggelam. Kemudian saat malam hari. Semuanya memberikan “warna”
tersendiri dan menjadikan sensasi.”Itulah
keunggulannya.Lalu dengan hanya
mengeluarkan biaya sekitar Rp 550.000 hingga Rp 650.000 per malam, menjadikan rumah
pohon dan homestay kami banyak diminati
warga dan turis domestik,” tambah Maskur.
Bahkan pihak Pijar Park, sudah mulai merencanakan
pembangunan “rumah sewa” khusus untuk
peziarah komplek Masjid Makam Sunan Muria Desa Colo. Mengingat jumlah peziarah
yang berdatangan dari berbagai kota/kabupaten/provinsi ini nyaris tidak
terputus selama 24 jam. “Lokasi tempat
ziarah dengan Pijar Park hanya sekitar satu kilometer. Meski sudah ada
pesanggrahan milik Pemkab Kudus dan “balai penginapan” juga milik Pemkab, kami
tetap optimis rumah sewa yang akan kami didirikan tetap laku. Mengingat konsep
kami berbeda”(Sup)
Posting Komentar