Kudus, Berita Moeria
(Bemo) – Mesin pembakar sampah bertemperatur tinggi atau incenerator yang berada di Desa Loram Wetan Kecamatan Jati
Kabupaten Kudus sudah dinyatakan tidak
berfungsi sejak awal Februari 2012. Setelah dioperasikan untuk kali
pertama pada 15 Februari 2005.
Pada posisi Selasa (17/5/2022) pukul 12.30 WIB, pintu gerbangnya terbuka.
Setelah masuk ke dalam semuanya serba kotor. Halaman depan, belakang, samping
kanan kiri ditumbuhi tumbuhan liar. Termasuk sejumlah kandang ayam dari bahan
baku berserakan di hampir semua tempat dan ditumbuhi rumput liar.
Hal ini disebabkan, ketika awal awal dioperasikannya Pasar Baru dan Pasar
Rakyat yang berada di samping kiri/utara incenerator, sempat digunakan untuk
adu ayam jago. Termasuk pusat jual beli ayam “jagoan”, sehingga di bagian dalam
ruangan dan di halaman pekarangan dipenuhi puluhan kandang ayam dan ratusan
ekor ayam.
Entah kapan pasar ayam jagoan dan areal sabung ayam tersebut berhenti.
Namun masih ada selembar stiker yang tertempel di dinding, bertuliskan :
Pasukan Gudang Tua (GT) Mas Sholeh, bergambar empat ekor ayam jago dan kedua
sayap ayam.
Seluruh ruangan yang terdiri ruang depan, ruang tengah, ruang samping
dipenuhi biji kopi. Diduga, biji kopi tersebut adalah hasil “kerja” sejumlah
musang atau kelelawar. Masih terlihat sebuah WC duduk, tapi tidak nampak “sisa
sisa” mesin pembakar sampah dengan
temperatur tinggi tersebut. Komplek itu kemungkinan besar berubah menjadi “rumah hantu”.
Menurut catatan Bemo, mesin dan
peralatan penunjangnya yang diresmikan Bupati Kudus Moch Tamzil 15 Februari
senilai Rp 3,4 miliar itu.Khusus mesinnya buatan Tiongkok.“Sebenarnya mesin
pembakar sampah tersebut memang dibutuhkan, karena berteknologi tinggi,
ekonomis , efektif dan ramah lingkungan,” tutur mantan Kepala Dinas Cipta Karya
dan Tata Ruang Kudus, Hari Triyogo yang saat menjabat sebagai staf ahli Bupati Kudus
periode bupati Kudus, Musthofa.
Mesin pembakar sampah itu
dilengkapi dua peralatan penangkap debu. Khusus untuk debu halus ditangkap dengan alat “pulse cloth bag dust collector dan debu
kasar dengan alat cyclon dust collector.
Abu sisa dari debu hasil tangkapan ditampung dan dapat dimanfaatkan untuk pupuk. “Mesin ini menggunakan suhu 800 hingga 1 000 derajat
Celcius , sehingga biaya operasionalnya lumayan tinggi, sehingga terkadang
tidak beroperasi karena kesulitan dana,” tambahnya.
Sedang persoalan sekitar 130 ton sampah per hari di Kudus semakin pelik. Selain kondisi Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo
Kecamatan Jekulo yang sudah over
kapasitas, juga peran bank sampah, pusat daur ulang, hingga kesadaran warga
Kota Kretek, masih tergolong rendah. Dan
sempat muncul “angin surga”, investor
dari Tiongkok akan menangani persampahan
ini.(Sup),
Posting Komentar