Kudus, Berita Moeria (Bemo)- Bumi Perkemahan Kajar adalah nama yang tidak asing bagi warga Kudus. Sebuah kawasan hutan
pinus milik Perum Perhutani. Berada di wilayah Desa Kajar Kecamatan Dawe-
sekitar 17-18 kilometer utara pusat kota Kudus. Dan berada di kawasan Gunung
Muria.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia : kemah (kata benda) adalah tempat tinggal darurat.
Biasanya berupa tenda yang ujungnya
hampir menyentuh tanah. Dibuat dari kain terpal atau kain lainnya.
Sedang tujuan
perkemahan : memberikan pengalaman baru mengenai keterkaitan alam dan kebutuhan untuk
melestarikannya. Menjaga lingkungan dan ikut serta bertanggung jawab akan masa
depan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Sedang menurut
Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia nomor 24 tahun 2015
tentang standar usaha bumi perkemahan :
Bumi Perkemahan adalah tempat di alam terbuka-di mana para pemakai dapat mendirikan kemah kemah
untuk keperluan bermalam dan melakukan kegiatan sesuai motivasinya.
Lalu usaha bumi
perkemahan adalah: usaha penyediaan
akomudasi di alam terbuka dengan menggunkan tenda. Usaha ini wajib bersertikat yang dikeluarkan Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) bidang pariwisata.
Apakah Bumi
Perkemahan Kajar tersebut sejak awal sudah ditetapkan sebagai usaha bumi
perkemahan seperti-seuai peraturan Menteri Pariwisata nomor 24 tahun 2015 atau
belum tidak/belum diketahui secara pasti.
Namun setelah
cukup lama dikelola sendiri oleh Perum Perhutani-kemudian beralih ditangani
pihak swasta –dalam hal ini Taqim yang dikenal sebagai seniman
dan sejak sekitar setahun digantikan
Jusuf selaku Direktur wana wisata Pijar (
Pinus Kajar) Park. “Kami menyewa
selama 20 tahun dan tahun pertama kami bekerjasama dengan Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) Kajar.” tuturnya kepada Berita Moeria (Bemo).
Di tangan
Jusuf Bumi Perkemahan Kajar “disulap”
menjadi daerah tujuan wisata. Dengan jalan membangun berbagai macam fasilitas
secara bertahap dan juga menggandeng sekitar 12 pelaku usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM).- salah satu model
kegiatan perdagangan- yang biasanya dilakukan individu/ perorangan dengan badan
usaha berlingkup lebih kecil.
Namun samasekali tidak memotong apalagi
melenyapkan ratusan pohon pinus maupun pohon jenis lainnya. Sebagai
bentuk-upaya menjaga keseimbangan ekosistem.
Selama setahun
terakhir Jusuf yang dibantu dengan sejumlah staf serta mengerahkan sekitar 30
karyawan, membangun kawasan ini menjadi kawasan usaha. Bahkan sebagai “kawasan” untuk menciptakan aneka bentuk kreasi baru
yang standar dan layak jual.Atau harus kreatif menciptakan”produk” baru yang
tidak dimiliki perusahaan lain” tegasnya.
Kreativitas
muncul yang antara lain ditandai dengan, pembangunan tempat UMKM dengan
arsitektur menarik. Lalu aneka bentuk bangunan dari bahan kayu dan bambu
sebagai tempat nyantai para
pengunjung. Tersedia pula wahana “ketrampilan” untuk anak-anak dan remaja.
Serta rumah makan dengan menu unggulan makanan khas daerah Gunung Muria –
berupa nasi pecel pakis dan aneka
lauknya.
Lalu disuguhkan pula minuman kopi, yang bahan bakunya dari seputar Desa Kajar, Colo dan Japan Kecamatan
Dawe (Kudus). Kopi secara bertahap dan terukur ditingkatkan hingga berkelas
nasional hingga nasional.”Kebetulan rekan
kami yang biasa kami sapa dengan Oom To, adalah salah satu “jagoan” kopi di wilayah Muria. Langkah
awal telah menggelar festival kopi Muria pada pertengahan tahun 2021. Kami
agendakan festival kedua digelar pada sekitar Juli-Agutus mendatang” tambah
Jusuf.
Gebrakan Jusuf
yang masih muda usia ini, terbukti sudah mampu
menenggelamkan “nama besar Bumi Perkemahan Kajar “ menjadi Pijar Park. Masih ada waktu sekitar 19 tahun lagi-sebelum
kontrak dengan Perum Perhutani berakhir untuk “menyulap nyulap” lagi menjadi
daerah tujuan wisata yang dibanjiri banyak wisatawan.(Sup)
Posting Komentar