Pagelaran Pilkades sebenarnya tidak melulu rutinas setiap
enam tahun sekali, tapi sebuah cermin demokrasi ala desa. Sebuah proses
pemilihan kepala desa yang awalnya
murni tidak adanya politik uang. Seorang kepala desa terpilih benar
benar pilihan hati nurani rakyat. Terpilih karena berbagai unsur positif yang
menyelimuti dirinya.
Sedang demokrasi menurut Abraham
Lincoln : adalah
sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.
Dan
diantara delapan desa tersebut yang menarik untuk disimak terkait kemungkinan
besar tidak adanya politik uang adalah Langgar Dalem. Dengan melihat latar
belakang pemerintahan desa setempat Tercatat ada tiga warga yang akan
memperebutkan jabatan kepala desa untuk periode 2022 -2028. Yaitu : Sugito, M
Khoirul Amin dan Maulana Mahrus.
Desa
Langgar Dalem menurut Kudus Dalam Angka 2022,luasnya hanya 0,19 kilometer persegi. Dengan jumlah
penduduk 1.906 jiwa, yang tersebar di tiga rukun tetangga (RT) dan 10 rukun
warga (RW).
Tidak
memiliki bondho desa maupun bengkok desa.
Kecuali memiliki sebuah kantor pemerintahan desa yang ukurannya relatif
kecil dan berada di tepi kanan-sebelah barat sungai Gelis.
Lokasi
Desa Langgar Dalem berada di belah barat
sungai Gelis, di sebelah utara Jalan Sunan Kudus, di sebelah timur Jalan Menara
dan sebelah selatan jalan raya depan
Sekolah Menengah Atas (SMA) Taman Siswa hingga perempatan Jalan Pasucen.
Sebagian
besar jalan yang ada di desa Langgar Dalem berupa jalan sempit yang hanya bisa
dilalui motor, sepeda onthel dan pejalan kaki. Diapit dengan dinding rumah,
pagar pekarangan. Berkelak kelok membentuk gang gang sempit yang satu sama lain
sudah terhubung dan dibeton. Dengan saluran air di bagian bawahnya.
Sebagian
warga yang memiliki mobil, terpaksa
memarkir kendaraannya di sejumlah ruas jalan. Terutama di sisi
barat sungai Gelis.
Namun
“memiliki” sebuah kelenteng Hok Ling Bio yang dibangun pada pemerintahan Belanda abad XVI- XIX dan Masjid
Langgar Dalem. Masjid ini panjangnya 32,50 meter, lebar
24,70 meter, tinggi 9 meter. Dengan luas bangunan 722,5 meter persegi
serta luas bangunan 722,5 ,meter.
Didirikan pada tahun 1458 Masehi dan menurut buku Kudus Selayang Pandang
karangan Solichin Salam mushollanya rumah Sunan Kudus). Kedua bangunan ini sudah
ditetapkan sebagai cagar budaya.
Selain
itu juga memiliki sejumlah rumah adat kudus, bangunan bekas tempat produksi
rokok kretek milik Raja Kretek Nitisemito dan sejumlah keluarga etnis Tionghwa
yang bermukim di tepi Jalan Sunan Kudus
Gaji
Kades.
Menurut
data yang dihimpun Berita Moeria (Bemo), gaji
seorang kepala desa telah ditentukan setara dengan 120 persen dari gaji seorang
PNS/ASN golongan II/A, sesuai peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2019 pasal 8.
Atau paling sedikit Rp 2.426.000 per bulan.
Gaji
tersebut diperoleh melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang
ditransfer melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Dan biasa disebut
dana desa.
Dana
desa di Langgar Dalem besarannya sekitar satu miliar rupiah per tahun.
Keperuntukannya 70 persen membangun berbagai infrastruktur . Mendukung pemulihan ekonomi, mempercepat
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, hingga pembiayaan jaring pengaman
sosial berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga desa yang terdampak
Covid-19.
Lalu sisanya yang 30 persen untuk
operasional penyelenggara pemerintahan desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
dan tim penyelenggara alokasi anggaran.
Sehingga secara garis besar penerimaan gaji kepala desa Langgar Dalem kurang
dari Rp 5 juta per bulan. Itu sudah termasuk perolehan dari Dana Alokasi Desa, Dana
Bantuan Gubernur Jawa Tengah atau bantuan lainnya yang tidak rutin.
Dengan komposisi gaji tersebut dan
dikaitkan dengan sosok seorang kades yang “wajib” mengikuti aneka kegiatan
warganya- terutama menyangkut kegiatan sosial. Dipastikan setiap kali sakunya
harus terisi uang dan rasanya tidak cukup jika hanya mengandalkan gaji normatif
yang diterima.
Apakah akan korupsi ?. Khusus untuk Kepala Desa Langgar Dalem nampaknya sulit dilaksanakan.
Aturan dan pengawasan dari sumber dana tersebut cukup ketat. Selain itu
besarannya juga relatif kecil.” ujar salah pejabat di Kudus yang cukup paham
seluk beluk pemerintahan desa dan tidak bersedia disebutkan jati dirinya.
Salah satu jalan keluarnya,
memaksimalnya potensi cagar budaya, usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan
sebagainya untuk menyambung mata rantai komplek Menara Masjid Makam Sunan Kudus
(M3SK) di Desa Kauman yang bersebelahan dengan Desa Langgar Dalem.
Itupun baru akan berjalan mulus,
jika pemerintah kabupaten- dalam hal ini dinas/instansi terkait untuk membuat
program dan anggaran biaya yang jelas ( dianggarkan dan diwujudkan ). Misalnya dalam penanganan
revitalisasi Kudus Kulon atau Kudus Kota Lama.
Sebelum muncul Covid-19, setiap harinya lebih dari 1.000 orang peziarah yang datang ke M3SK.
Tapi tidak pernah menginap. Atau berlama
lama di lokasi, karena tidak ada daya tarik lainnya untuk dikunjungi dan dinikmati.
Alun
Alun kota lama yang digusur menjadi Taman
Menara nyaris samasekali tidak memiliki daya tarik.Apalagi malah tetap dimanfaatkan sebagai pangkalan ojek.
Pemerintahan Desa Kauman sendiri yang memiliki wilayah M3SK tidak jauh berbeda
nasibnya dengan pemerintahan desa Langgar Dalem. (Sup)
Posting Komentar