Kudus,
Berita Moeria (Bemoe).
Nasib
apes menimpa rumah pemotongan ternak (RPT) Ploso. Tepatnya di Jalan Mayor
Basuno nomor 43 Kudus. Akibat tidak adanya dana dari Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kudus sehingga gagal ditetapkan sebagai cagar budaya dan kemudian dengan
sangat mudah dilenyapkan. Diganti dengan bangunan baru berlantai dua - gedung
Bank Pasar milik perusahaan daerah
(Perusda) . Sedang bangunan cagar budaya yang baru “dilenyapkan” dan diganti
dengan baru adalah bekas poliklinik Humanica di Jalan Sunan Muria menjadi Depo
Murah.
Dengan
lenyapnya RPT Ploso, maka semakin banyak bangunan serupa yang belum tercatat
dan ditetapkan sebagai cagar budaya teracam kelangsungan “hidupnya”.Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Kudus terus kebobolan dalam menangani cagar
budaya, yang menurut versi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3)
Provinsi Jawa Tengah Sepetember 2005 berjumlab
88. Pada awalnya berjumlah 89, karena gedung KNPI di Jalan Achmad Yani dihapus
atas permintaan Pemkab Kudus.
Menurut
anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Sancaka Dwi Supani yang ditemui Berita Moeria (Bemoe) Senin (3/8/2020),
RPT Ploso tersebut sebenarnya sudah memenuhi syarat sebagai cagar budaya. “Terutama
dari nilai sejarah dan umur bangunan” tuturnya.
RPT
Ploso yang terletak di tepi sungai Gelis
dan jembatan Ploso ini, merupakan cikal bakal tentang peternakan di Kabupaten
Kudus. Dengan adanya RPT, maka dari satu sisi untuk memotong hewan/ternak (
khususnya ternak besar, sapi dan kerbau) sudah sesuai dengan “aturan main”.
Khususnya menyangkut kesehatan ternak.
Dari
sisi umur , diperkirakan dibangun pada awal kemerdekaan Negara Republik
Menurut
Supani yang saat pendataan cagar budaya
bersama BP3 Jateng sudah mengusulkan, termasuk bangunan lainnya. Antara
lain Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) Kayuapu ( bangunan masa colonial/
Belanda). “Namun saat itu pejabat Bappeda yang menangani menyatakan sudah tidak
ada dana. Ditangguhkan saja. Sampai sekarang (hingga lenyapnya RPT Ploso)
tidak/belum dianggarkan lagi,” ujarnya.
RPH ini memiliki alat potong semi otomatis, manual, tempat karantina, pengolahan limbah dan pemeriksaan kesehatan. Berdaya tampung sekitar 45 ekor, dan berkemampuan menyembelih hingga 25 ekor per 24 jam. Namun RPH ini tergolong tidak banyak diminati peternak/jagal hewan, karena lokasinya berajuhan dengan pasar dan kendaraan jenis truk tidak leluasa ke luar masuk.(sup)
Posting Komentar