Kampung Kalkun di Kudus Tersedia Tongseng dan Ingkung

Awan Binuka  Kalkun Siap Saji

Kudus,Berita Moeria (Bemoe)
Pemerintah Kabupaten Kudus (Jawa Tengah) melalui Dinas Pertanian dan Pangan setempat menetapkan Desa Undaan Tengah Kecamatan Undaan sebagai “kampung kalkun”. Agar ‘kampung kalkun “ tersebut berjalan sesuai rencana, maka Pemkab Kudus menggandeng Universitas Diponegoro (Undip) Semarang sebagai lembaga pendampingan bagi para peternak kalkun, siap memberikan pendampingan terhadap peternak ayam kalkun di Kabupaten Kudus “Kami berharap tingkat konsumsi masyarakat terhadap daging ayam kalkun bisa mengimbangi tingkat konsumsi ayam pedaging,” ujar  Guru Besar Bidang Unggas Fakultas Peternakan Undip Dwi Sunarti , pada acara pelatihan membuat jamu untuk ayam kalkun di Desa Undaan Tengah.

Dwi Sunarti menambahkan ,
 prospek peternakan kalkun cukup bagus karena daya tetas telurnya yang cukup tinggi, sedangkan fertilitasnya juga demikian. Selain itu didukung dengan asupan pakan protein dan penyubur benih sperma dari pejantan yang cukup tinggi. Sedang  kandungan lemaknya memang hampir sama dengan ayam pedaging, namun asam lemak jahatnya sangat rendah“Semua produk unggas baik untuk pemenuhan gizi manusia, terutama bawah lima tahun (balita).

Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus, Catur Sulistiyanto, ditetapkannya Desa Undaan Tengah sebagai
  “kampung kalkun” atas pertimbangan jumlah peternak dan populasi ternaknya jauh lebih banyak dibanding dengan desa/kecamatan lain yang ada di Kudus. Juga didukung dengan persediaan pakan kalkun alami yang cukup melimpah dan  masih sangat terbuka untuk dikembangkan dari sisi populasi. Termasuk peningkatan pendapatan petani hingga  penyerapan tenaga kerja.


Kalkun Sia Potong Warna Hitam

Awan Binuka, salah satu diantara peternak kalkun, yang ditemui Berita Moeria, mengaku sudah sekitar enam tahun terakhir menggeluti usaha “perkalkunan”. “ Saya memulai dari memelihara anakan kalkun hingga tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Siap untuk dipotong untuk dikomsumsi atau dijual dalam bentuk hidup. Lalu saya
  mendalami tentang  cara cara perkawinan, telor yang dihasilkan, pakan hingga pemasarannya. Ibaratnya semua lini sudah saya pelajari,” tuturnya.

Akhirnya ayah tiga anak ini menyimpulkan
  budidaya ternak kalkun mampu dijadikan sumber penghasilan yang handal.. Utamanya untuk saat ini melalui usaha kuliner yang telah dirintis bersama isterinya, Wahyu Ningsih.

Rumahnya yang berada di tepi jalan raya Kudus – Purwodadi di Gang 14 Desa Undaan Tengah bagian depannya “disulap” menjadi warung lesehan Omah Welut Raja Kalkun. Dengan menu utama welut (belut/ monopterus albus) dan kalkun yang disajikan dalam berbagai bentuk.


Aneka Warna Kalkun di Kandang Awan Binuka 

Khusus untu kalkun diolah menjadi tongseng, rica-rica,
  goreng-bakar hingga ingkung. “ Ingkung kami jual dengan harga  di kisaran Rp 120.000. Tergantung bobotnya.- semakin tinggi bobotnya, maka otomatis harganya juga lebih tinggi. Sedang untuk lainnya rata-rata kami jual dengan harga Rp 25.000 per porsi. Dengan mematok harga “segitu”, kami sudah memperoleh keuntungan lumayan banyak. Harga ini jauh lebih murah dibanding dengan  harga yang dipatok di restoran di kota kota besar. Satu ingkung (satu ekor) dijual hingga Rp 1,5 juta. “ ujar Awan Binuka  sambil tertawa.

Suami istri yang cukup ramah dan
  berbicara blak-blakan  ini juga mengungkapkan hitung hitungan usahanya. Setiap satu ekor kalkun  harganya saat ini dihitung dari bobotnya ( kalkun hidup) yang berkisar antara Rp 40.000 – Rp 45.000 per kilogram.

Jika sudah disembelih dan dikurangi bagian kepala, kulit, jeroan, kaki, ekor hingga bula, maka selebihnya
  tinggal daging yang diolah menjadi tongseng, rica-rica, digoreng atau dibakar. “Rata-rata dari satu kilogram tersebut kami bisa olah menjadi maksimal 15 porsi. Dengan nilai jualnya 15 x Rp 25.000 =  Rp 375.000. Jika dikurangi dengan pembelian bumbu, bahan bakar dan ongkos lainnya kurang lebih sekitar Rp 100.000. Jadi keuntuingan kami sekitar Rp 200.000.” tambah Wahyu Ningsih.

Sedang untuk memperoleh “bahan
baku”nya, Awan Binuka  berasal dari  hasil peternakannya sendiri yang dipusatkan di  halaman belakang rumahnya yang berada di Gang 10.  Di halaman belakang itu dijadikan kandang yang saat ini terdapat puluhan ekor kalkun beraneka jenis dan beraneka warna. Kandangnya lumayan bersih dan tidak tercium bau menusuk.

Namun karena “bahan
baku” yang siap saji harus berumur sekitar 6-7 bulan, maka  suami isteri ini membeli dari rekannya sesame peternak kalkun di Desa Undaan Tengah.  “Kami sudah membuat kelompok peternak, dengan populasi ternak sekitar 700 ekor. Kami akan dorong sebagian rekan untuk membuka warung serupa seperti milik kami di  desa  setempat atau membuka cabang di desa / daerah lainnya. Sebagian lagi tetap menekuni budidaya sambil memperluas  pemasaran, Dengan memasarkan lewat  media on line, omzet penjualan kami terus meningkat. “  tegas Awan Binuka.

Sedangkan Achmad Suyatno peternak kalkun lainnya yang tinggal di gang tiga Desa Undaan Tengah
  mengaku mempunyai 40 pasang indukan dan  puluhan ekor lainnya  dari berbagai jenis. Seperti  Kalkun Bronze, Black Spanish Turkey, Pendilled palm, Golden Palm dan sebagainya.

Menurut dia dibanding dengan jenis ayam lainnya, dalam hal
  pengadaan bahan baku  pakan  lebih mudah dan lebih murah, Hal ini menyebabkan secara umum ongkos  produksi lebih murah, sehingga mampu mendongkrak penghasilan peternak.  Misalnya  tanaman  enceng gondok yang nyaris tumbuh liar  di seluruh permukaan air sungai yang berada pedesaan  dan setiap saat bisa diambil gratis serta dalam jumlah tak terhingga.. Begitu tanaman kangkung yang mudah  ditanam. Kedua tanaman ini menjadi  salah satu pakan  pendamping pakan lain. Seperti dedak dan konsentrat.

Selain pakan pakan tersebut Achmad Suyatno juga
  memberikan pakan ekstra berupa jahe merah, kunyit  hingga telor bebek. Pakan tambahan ini berguna untuk merangsang indukan untuk bisa bertelur secara kontinyu. “Dari hasil penjualan kalkun hidup yang berkisar antara Rp 300.000 – Rp 350.000/ekor, daging dan telurnya saya memperoleh penghasilan kotor  sekitar  Rp 7-8 juta per bulan,”.

Menurut data yang dihimpun Berita Moeria
, bisnis budidaya ayam kalkun  tidak dapat berjalan maksimal jika tidak menggunakan mesin penetas telur otomatis. Mesin ini dibutuhkan agar proses penetasan telur untuk bibit dalam budidaya ayam kalkun.

Kalkun merupakan jenis unggas berciri khas postur tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan unggas yang lain. Kali pertama
 kalkun ditemukan di Amerika dan Eropa.  Nama kalkun berasal dari ejaan bahasa Belanda “Kalkoen” yang diambil dari nama kota “Kalikut” di India.

Adapun jenis kalkun meliputi
 kalkun Bronze, Black Spanich, Bourbon Red, Golden Palm,Royal Palm, Self Buff,  White Holland ,Naraganset, dan berbagai jenis lainnya.Di negara asalnya Amerika, kalkun biasa dikonsumsi untuk dijadikan sebagai hidangan pada saat perayaan natal maupun pada saat perayaan thanksgiving. Dalam perayaan ini, masyarakat akan bersama-sama untuk menikmati hidangan khas seperti kalkun panggang.(sup)

Komentar

Lebih baru Lebih lama