Tiga Tahun Gerbang Wisata Jepang Dibiarkan Merana


Kudus, Berita Moeria (Bemoe)

Sudah sekitar tiga tahun terakhir, kondisi gerbang/gapura /tugu  rintisan desa wisata Jepang Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus dibiarkan merana. Bagai  “ diselimuti” rumput dan tumbuhan liar, tulisan besar warna putih Tugu Wisata Desa Jepang sebagian besar tak terbaca. Bahkan sebagian hurufnya juga telah lenyap entah ke mana. Akibatnya phisik tugu itu sangat susah dilihat secara kasat mata

Padahal Tugu Wisata  Desa Jepang (TWDJ) tersebut, merupakan salah satu diantara empat tugu yang dibangun dari sumber dana aspirasi (dana yang ditangani/berasal dari anggota DPRD Kudus). Masing-masing tugu menghabiskan biaya Rp 350 juta dan  selesai 100 persen sebelum akhir Desember 2016.
Khusus untuk TWDJ  selesai dibangun awal Januari 2017.Sedang tugu lainnya berada di Desa Terban Kecamatan Jekulo, Desa Wonosoco (Undaan) dan Desa Kaliwungu (Kaliwungu).
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus, Yuli Kasianto yang didampingi  Kepala bidang (Kabid) Pariwisata, Dwi Yusi Sasepti,  (30/5/2018)  bentuk atau desain gerbang khusus itu disesuaikan dengan kekhasan masing-masing desa yang bersangkutan..
Desa Kaliwungu dikenal sebagai tempat tinggal Ragamaya. Ia dikenal sebagai tukang kayu ulung, khususnya dalam membuat Rumah Adat Kudus. Desa Terban disesuaikan dengan keunggulan desa setempat yang dikenal sebagai Situs Patiayam, salah satu situs yang sejajar dengan Situs Manusia Purba Sangiran (Sragen) yang telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia. Primadona Situs Patiayam adalah gajah purba (  stegodon trigono chepalus), sehingga desainya gerbangnya berupa gajah atau gadingnya yang panjangnya lebih dari tiga-empat meter.Lalu gerbang Desa Jepang desainnya bernuansa aneka jenis hasil anyaman dari bambu dan desain gerbang Desa Wonosoco lebih kepada wayang klitik.

Namun gerbang/tugu  Desa Jepang , cukup kesulitan untuk membayangkan jika gerbang ini menggambarkan  sebagai desa sentra anyaman bambu.. Sebab tidak terlihat ciri-ciri industri rumah tangga anyaman bambu.  Selain itu penempatan lokasinya juga patut dipertanyakan, karena bukan tempat yang dengan mudah bisa dilihat dan dilewati semua pengguna jalan.
Atau terkesan tersembunyi meski berada di tepi jalan lingkar timur  yang menghubungkan Desa Ngembalrejo dengan  komplek terminal induk Desa Jati Wetan. Sebab, hanya bisa dilewati melalui jalur sebelah kiri dari arah terminal induk /Semarang. Sebaliknya dari arah yang berlawanan ( dari Ngembalrejo) harus memutar  beberapa ratus meter lebih dahulu. Padahal jalan lingkar ini cukup padat lalulintasnya di sepanjang 24 jam
Kepala Desa Jepang, Indarto  membenarkan penetapan lokasi gerbang tersebut atas usulan pemerintahan desa setempat. Dengan alasan ke depannya,  disamping kiri gapura telah dibangun jalan beraspal yang memungkinkan untuk menjangkau  ke seluruh kawasan desa. Selain itu akan dikembangkan menjadi sebuah taman yang dibuat/dibangun sedemikian rupa agar lebih menarik- terutama pengguna lalulintas di jalan lingkar tersebut. “Namun untuk perencanaan gambar/desain gapura dan biaya pembangunannya sepenuhnya di tangani Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kudus. Kami hanya sekedar ketempatan saja,” tuturnya.(sup)

Komentar

Lebih baru Lebih lama