Kudus, Berita Moeria (Bemoe)
Sekolah Menengah Pertama Negeri I ( SMP 1) di Jalan Sunan Muria Kudus semula namanya Budi Siswa. Didirikan semasa pemerintahan Belanda dan menjadi sekolahnya sinyo, noni dan anak akan etnis Tionghowa. Sinyo bahasa Belanda yang artinya anak laki laki belum kawin. Noni anak perempuan
Lalu
ketika Belanda meninggalkan
Meski umur bangunan sudah lebih dari 70 tahun, tetapi masih masih nampak masih kokoh berdiri. Gedung SMP I telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya (BCB) tak bergerak versi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Tengah dengan nomor urut 26, nomor inventarisasi 11-19 /Kud/ 26/ TB/04 yang ditanda-tangani kepala BP3 Jateng Endjat Djaenuderadjat September 2005. Dengan jenis BCB, periode kolonial.
Menempati lahan seluas 5.700 meter persegi. Bangunan utamanya terdiri 9 lokal yang digunakan tempat belajar siswa kelas 9 B- 9 H, ditambah kelas 8 E. Bangunan ini membujur barat-timur menghadap ke utara. Lalu satu bangunan lagi berupa semacam aula yang saat ini dimanfaatkan sebagai gedung serba guna.
Ciri
utama gedung SMPI tersebut adalah ukuran
jendela dan pintunya cukup lebar dan tinggi. Kerangka bangunan seluruhnya dari
bahan
Bahkan khusus untuk gedung serba guna, di bagian dalamnya kerangkanya lebih menonjol. Bangunan ini berada di samping kanan depan bangunan utamanya. Lalu untuk masing masing lokal yang ditempati para siswa, plafonnya juga terbuat dari kayu jati
Menurut Kepala SMP I, Ahadi Setiawan yang didampingi Hasan ( guru , merangkap bagian Humas), pihaknya memang berusaha ikut merawat sekaligus melestarikan cagar budaya tersebut. Meski tidak secara langsung. “Dengan tetap memfungsikan gedung tersebut sebagai ruang kelas dan ruang serba guna , maka nyaris terjaga kebersihannya. Kami samasekali tidak berani untuk mengotak-atik apalagi merubah bentuk. Meski demikian kami masih tetap terbuka untuk dikritisi dan menerima saran-masukan positif dari semua pihak. Khususnya dari Dinas Budpar , BP 3( sekarang berubah menjadi BPCB) , pemerhati CB dan sebagainya,” ujarnya.
Sayangnya, ketika membangun kantor dan gedung gedung baru , gedung dengan status cagar budaya ini justru dikilung, sehingga tidak terlihat bangunan cagar budayanya. Terutama dari depan. Bentuk bangunannya serba modern, berpendingin ruangan (AC) . Termasuk bangunan cagar budayanya juga terpasang AC.
Pengoperasian AC di sembilan local/kelas dan satu ruang serba guna membutuhkan biaya operasional cukup tinggi. Padahal desain gedung utama berupa pintu dan jendela dengan ukuran besar, dikandung maksud agar sirkulasi udara maupun sinar matahari (utamanya) terjaga dengan baik. “ Penyebabnya, “penghuni” di gedung cagar budaya meri , karena ruang/kelas lain ber AC. Juga untuk mengurangi polusi udara dan tidak terganggu bisingnya lalulintas di depan sekolahan,” tambah Hasan.
Selain itu, menurut pengamatan Berita Moeria, warna cat pintu, jendela dan langit-langitnya kurang serasi ( menyesuaikan diri sebagai cagar budaya). Akan lebih tept jika mendekati warna aslinya, mirip dengan warna kayu jati ( terang kecoklatan).
Di halaman depan- gerbang sebaiknya dipasang foto/gambar dan denah gedung cagar budaya, yang bisa jadi menambah nama SMP I Kudus yang sejak dahulu dikenal sebagai sekolah favorit ini lebih mencuat lagi. Sebab mampu nguri-uri salah satu diantara 88 cagar budaya ( versi BP 3 Jateng) di Kudus yang sampai sekarang sebagian besar tergolong morat marit(sup)
Posting Komentar