Ketika Pani “Manusia Purba” Diberlakukan Tidak Adil

Sancaka dwi supani alias paniayam

Kudus, Berita Moeria (BeMo)

Nama lengkapnya, Sancaka Dwi Supani. Sebagian teman dekat dan komunitasnya sering menjuluki “Manusia Purba” dari Kudus. Ini dilatar belakangi dengan pengalaman kerja yang ditekuni  cukup lama di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dibudpar) Kudus.


Pendidikan formal, kursus, pendidikan pelatihan (diklat),  di bidang sejarah, purbakala, pariwisata , arkeologi kebudayaan, bimbingan teknik penyusunan destinasi wisata pemkab   hingga  “kecintaannya”- totalitas terhadap bidang tugas dan tanggung jawab yang diembannya.Ada 59 berbagai macam sertifikat yang telah diraihnya dengan susah payah.


Kabupaten Kudus yang memiliki 88 cagar budaya- diantaranya yang spektakuler adalah Situs Patiayam. Situs ini boleh dikatakan sejajar dengan Situs Sangiran yang telah berkelas dunia lewat manusia purbanya.


Di tangan Supani- sebagai ASN Dibudpar , Situs Patiayam dibuka tabirnya dan mulai dikenal secara luas hingga ke tataran nasional. Ia kemudian berkenalan, berhubungan hingga menjalin kerjasama dengan para ahli sejarah, arkeologi, kebudayaan hingga pariwisata. Ilmu dan pengalamannya semakin terasah. Bahkan tercatat pula sebagai anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI).


Maka muncullah predikat baru sebagai paniayam (kebetulan dia juga dilahirkan di kawasan situs Patiayam) dan sebagai manusia purba. Namun ketika jenjang kepangkatan sudah mencapai kepala bidang dan ilmunya semakin meningkat, Supani justru digeser menjadi Sekretaris Wilayah Kecamatan (Sekwilcam) Jekulo dan Undaan ( sampai sekarang). “Meski demikian  secara tidak langsung saya  tetap mendalami bidang ilmu saya dengan berbagai cara,” ujarnya.


Ketika ada  seleksi lowongan jabatan Kepala Disbudpar Kudus 2018-2019, pria yang juga anggota organisasi radio amatir indonesia (Orari) mengadu keberuntungan. Ia menduduki urutan pertama diantara tiga peserta seleksi lainnya.


Meski sempat terbersit ada peluang untuk ditetapkan secara definitip Kepala Disbudpar dan sempat pula banyak pejabat di Kudus memberikan ucapan selamat, Namun akhirnya ambyar. karena hasilnya dianulir. Harus dikocok ulang. Tanpa alasan dan pemberitahuan kepada dia maupun kepada peserta seleksi lainnya.


Supani masih mencoba bersabar. Ini dibuktikan dengan mengikuti seleksi “jilid” II, 2019-2020.  Hasilnya ia berada di urutan ke dua setelah Bergas Catursari Penanggungan dan di urutan ke tiga Harso Widodo HP.


Kini kesabarannya lenyap. Ketika mengetahui salah satu peserta seleksi yang sama-sama dianulir dalam seleksi jilid I ternyata dilantik secara resmi sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Eko Hari Djatmiko).


Lalu hasil seleksi jilid II pihak penentu kebijakan, lebih memilih Bergas dan konon pada Juli ini yang bersangkutan akan dilantik. Padahal yang bersangkutan (Bergas) dalam banyak hal tidak memenuhi persyaratan – keputusan Menteri PANRB nomor 409 tahun 2019 tentang pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka dan kompetitif di lingkungan instansi pemerintah.Banyak sekali persyaratannya. Antara lain  bidang pendidikan : sarjana atau diploma IV.


Bidang ilmupariwisata/sosial/sejarah/ekonomi/hukum/manjemen/arkeologi/ kesenian/bahasa Masih ditambah pelatihan teknis : diklat manajemen, pemasaran pariwisata. Diklat pelestarian cagar budaya. Lalu memiliki pengalaman kerja jabatan dalam bidang kebudayaan, pariwisata secara akumulatif  paling sedikit lima tahun. Sedang atau pernah menduduki jabatan administratur atau jabatan fungsional jenjang ahli madya paling singkat dua tahun. 


Sementara Bergas konon “hanya” bergelar SPd, MPd dan MMPar. Ia menggugat ke banyak pihak. Apakah perjuangan dan tekadnya yang membara tersebut berhasil atau justru kandas dan terhempas. “ Saya sudah siap segala-galanya. Gusti ora sare.”ujar Sancaka Dwi Supani- si manusia purba alias paniayam mengakhiri obrolannya .(sup)


Komentar

Lebih baru Lebih lama