Siapa Aktor “Ontran Ontran” di Koni Kudus

BEMO

Kudus, Berita Moeria (BeMo)

Keberlangsungan “ramah tamah” di rumah Piter , anggota DPRD Kudus di tepi jalan raya Kaliwungu pada Senin (1/6/2020) menimbulkan banyak spekulasi. Namun melihat yang diundang adalah ketua pengurus kabupaten (Pengkab) dan yang mengundang adalah “panitia”. Dalam hal ini ditanda tangani Mas’ud, salah seorang di jajaran pengurus Koni Kudus periode 2019- 2023 bidang pembinaan prestasi. Maka lebih mengerucut kepada “ramah tamahnya” jajaran Koni .


Ramah tamah itu terkesan mendadak dan  memunculkan pertanyaan. Kenapa di rumah Piter. Bukan di rumah salah satu anggota Pengkab. Bukan di Kantor Koni atau bukan di tempat netral . Kenapa pula muncul sosok di balik layar.


Pertanyaan lain, induk organisasi ke olahragaan ini baru saja menggelar pemilihan ketua umum Koni Kudus yang baru. Tepatnya pada tanggal 17 November 2018. Hasilnya Antoni Alfin (Anton) terpilih sebagai Ketua Umum Koni Kudus periode 2019-2023 dengan mengantungi 24 suara/ Pesaingnya, Firdaus Ardyansyah (Ardi)  10 suara dan 10 suara lainnya absen.


Pertarungan Anton dan Ardy diwarnai “uang dan politik”. Kemenangan bagi satu kubu dirayakan dengan berbagai cara. Namun kemenangan ini tidak menjadikan kubu ini sepenuhnya riang gembira. Ada sebagian oknum yang merasa dikecewakan.

Selaku pemimpin baru Anton yang pernah diwawancarai Bemo antara lain menegaskan lebih mengedepankan prestasi daripada ngrembug  tentang uang. Ia menyalurkan dana kepada masing masing Pengkab melalui transfer bank. Tanpa adanya aneka macam potongan. Hanya saja pemberiannya  per “termyn” (jangka waktu tertentu) dan harus ada pertanggung jawabannya.


Cara ini berbeda dengan cara yang dilakukan ketua Koni lama Ridwan.  Cara lama itu menggelontorkan langsung seluruh dana  kepada masing masing Pengkab. Namun konon tidak diterima secara utuh.


Dari hasil penelusuran Bemo,  sistem pencairan dana nampaknya menjadi ganjalan. Atau karena belum terbiasa  (hal baru). Contoh kasus ketika  ada salah satu pengkab yang memperoleh dana Rp 1,7 miliar.  Sistem lama uang sebanyak itu langsung diterimakan.  Namun  sistem baru diberikan secara bertahap. Tahap pertama Rp 400 juta.


Ketika uang tahap pertama diterima, sampai sekarang belum ada laporan tertulis kepada ketua Pengkab maupun ke Ketua Koni. Meski demikian oknum ini tetap ngotot agar  sisa anggaran itu dibayar seluruhnya Selain ada ganjalan pada sistem tersebut, ganjalan lain karena merasa tidak ada imbal baliknya.


Sistem pendanaan Koni Kudus belum mentrapkan elektronik anggaran yang sudah terbukti lebih terbuka. Bisa diakses semua pihak dan sangat sulit untuk dikorupsi. Sistem lama antara lain  memunculkan kasus gali lubang tutup lobang. Artinya setiap tahun terjadi pembayaran hutang dan sekaligus hutang baru. Tidak atau belum pernah terjadi  adanya pengkab yang “berani” membuat usulan dana untuk pembayaran hutang.


Cara ini jelas tidak sehat. Memunculkan banyak kasus/ Antara lain dana yang diterima bisa  digunakan lebih dahulu untuk kepentingan pribadi terutama terkait untuk mencari keuntungan. Ini sangat memungkinkan, karena alokasi penerimaan dana dengan alokasi kegiatan (cabang olahraga) berbeda selama beberapa bulan.


DPRD Kudus pun sistem anggarannya juga  sama. Terkait dengan Koni, sistem penganggarannya juga “berbau bau” upeti. Berbau kepentingan kelompok dan politik. Ironisnya lagi penerima anggaran , dalam hal ini Pengkan ( tentu saja tidak semua pengkab) sekedar sendiko dhawuh/ Aktor ontran ontran ini sebenarnya bisa dilacak, dihentikan dan dimusyawarahkan demi kemajuan olahraga di Kudus. Falsafah Jawa yang nampaknya masih relevan ana masalah isa dirembug,  Ngono ya ngono ning aja ngono .Sumonggo (sup) . .  

           


Komentar

Lebih baru Lebih lama