Kudus, Berita Moeria
(BeMo)
Rumah dinas Wakil Bupati Kudus di Jalan Diponegoro wilayah Desa Kramat
Kecamatan Kota Kabupaten Kudus, nyaris tidak ditempati sepanjang masa jabatan.
Yaitu sejak periode wakil bupati Haniah , Budiyono, Abdul Hamid hingga Hartopo
Khusus semasa Wakil Bupati dijabat Abdul
Hamd yang bersangkutan malah samasekali belum menempati. Hal ini disebabkan
pada awal menjabat, rumah dinas itu tengah diperbaiki dan kebetulan pula Abdul
Hamid meninggal mendadak sebelum sempat menempati.
Banyak pihak sebenarnya mempertanyakan kenapa Wakil Bupati Kudus tersebut tidak menempati rumah dinas/rumah jabatan/rumah negara sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 disebutkan antara lain :“Rumah dinas atau rumah negara adalah bangunan yang dimiliki oleh negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
Jika mengacu pada peraturan tersebut maka seharusnya bupati/wakil bupati menempatinya. Apalagi rumah ini dilengkapi dengan fasilitas berkelas/berkualitas dan lengkap. Malah ada penjaga yang jumlahnya cukup banyak dan semuanya dibiayai negara ( anggaran pendapatan belanja daerah/APBD).
Bemo belum berhasil menemui Haniah dan Hartopo. Sedang Budiono dan Abdul Hamid kebetulan sudah almarhum. “Khusus untuk Hartopo, ketika menjabat wakil bupati pernah mendiami sesaat. Begitu pula saat memimpin rapat juga di rumah dinas/jabatan/negara. Sekarang posisinya Pelaksana tugas (Plt) Bupati Kudus. Mungkin setelah dikukuhkan secara resmi menjadi Bupati Kudus akan menempati rumah dinas/rumah jabatan/rumah negara yang telah disediakan,”Kami tidak tahu secara pasti mengenai hal itu (kenapa tidak menempati).Namun kami selaku dinas yang menangani tentang rumah tersebut tetap melaksanakan sesuai prosedur perundangan yang berlaku “ ujar Kepala bagian umum Pemkab Kudus, Bambang yang ditemui Bemo Rabu (10/6/2020).
Terlepas ditempati atau tidak, namun khusus untuk rumah jabatan Wakil Bupati tersebut memiliki nilai lebih.” Yaitu sebagai benda cagar budaya, sehingga secara langsung atau tidak langsung kami (Pemkab Kudus) ikut aktif memelihara hingga pelestarian terhadap cagar budaya itu,” tambahnya. Bila mengacu pada penelitian Eri dan Wahyu dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Tengah, Kawedanan Tenggeles dibangun bersamaan dengan pembangunan Kawedanan Kota dan Kawedanan Cendono tahun 1820.
Secara keseluruhan bangunan Eks Kawedanan Tenggeles terdiri dari bagian-bagian yaitu pendhapa, bangunan induk, bangunan samping dan bangunan belakang. Di bagian paling depan terdapat kuncungan dan selanjutnya ruang pendhapa yang berukuran 12,7 x 12,7 m. Sedang pembentukan Pemerintahan Kabupaten (Regentschap) Kudus pada tahun 1819 didasarkan keputusan Gubernur Jenderal Belanda.
Selain itu ditindaklanjuti dengan pengangkatan Kyai Raden Tumenggung Panji Padmonegoro Bupati pertama Kudus pada tahun 1820. Untuk membantu tugas-tugas bupati, maka dibentuklah suatu lembaga dibawah bupati yang dikenal dengan nama wedana atau pembantu bupati yang berkantor di Kawedanan. Pada masa itu Kabupaten Kudus dibagi menjadi 3 Kawedanan yaitu:
Kawedanan Kota yang wilayah kerjanya meliputi Kecamatan Kota Kudus (25 desa), Kecamatan Jati (14 desa), dan Kecamatan Undaan (14 desa). Kawedanan Cendono yang wilayah kerjanya meliputi Kecamatan Bae (10 desa), Kecamatan Gebog (11 desa), dan Kecamatan Kaliwungu (15 desa). Kawedanan Tenggeles yang wilayah kerjanya meliputi Kecamatan Jekulo (12 desa), Kecamatan Dawe (18 desa), dan Kecamatan Mejobo (11 desa).(sup)
Posting Komentar