patung sapi di pasar hewan Gulang Mejobo Kudus
Kudus, Berita Moeria (BeMo)
Pembangunan pasar hewan yang terletak di tepi jalan lingkar Desa Gulang Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus, nampaknya tidak berdasarkan konsep yang matang.Tumpang tindih tidak karuan.Konseptor, penangangan hingga operasionalnya justru ditangani Dinas Perdagangan.
Dinas Perdagangan juga menangani pembangunan Taman Menara
di seputar komplek Menara Masjid Makam Sunan Kudus dan pembangunan terminal di
desa wisata Colo Kecamatan Dawe Termasuk
pusat perdagangan di komplek terminal induk Jati Wetan.
Padahal Dinas Pertanian dan Peternakan yang lebih tepat
untuk menangani pembangunan pasar hewan (termasuk pasar burung). Lalu Dinas Perumahan
Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup
yang menangani pembangunan Taman Menara. Begitu pula Dinas Perhubungan
lebih tepat menangani/mengelola terminal wisata Colo.
Diakui atau tidak, proyek proyek yang ditangani Dinas
Perdagangan dengan biaya sangat besar tersebut nyaris mangkrak. Sekedar
bangunannya yang nampak wah, tapi uba rampenya keropos.
Dwi Listiani Kasie usaha sarana prasarana peternakan |
Menurut Kepala Seksi (Kasi) Usaha Sarana Prasarana Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan (Kudus), Dwi Listiani, yang dihubungi Bemo , Kamis (25/6/2020), pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam program pembangunan Pasar Hewan Gulang tersebut. “ Sepenuhnya ditangani Dinas Perdagangan sampai sekarang. Kami hanya menempatkan dua petugas setiap pasar itu dibuka lima hari sekali. ( setiap pasaran Kliwon). Itu pun terbatas untuk penimbangan hewan,” ujarnya Ia menambahkan ada rencana di tahun 2021, pengelolaan pasar hewan tersebut diserahkan kepada Dinas Pertanian dan Peternakan. Namun karena baru sekedar rencana ( bisa gagal atau bisa terwujud), pihaknya juga belum melakukan persiapan.
Menurut pelacakan Bemo,Pasar Hewan Gulang semakin
sepi dari kunjungan penjual dan pembeli. Tidak hanya warga Kudus, tetapi para
blantik dan juragan dari luar kabupaten mulai enggan ke pasar ini. Sebagian
diantaranya mengalihkan usahanya ke pasar hewan di Mayong Jepara.
Salah satu penyebab utamanya, lokasi pasar tidak dilalui angkutan umum. Padahal sebagian besar para blantik mengandalkan angkutan umum sebagai alat transportasi utama. Jalan lingkar sejak awal memang tidak/belum pernah dikonsep sebagai jalan angkutan umum/angkutan kota/angkutan pedesaan.
Akibatnya jumlah ternak sapi, kerbau dan kambing yang dijual belikan merosot. Proyek biogas yang berada di dalam pasar tidak berfungsi, karena pasokan bahan baku ( berupa kotoran ternak) sangat kurang. Target retribusi yang dijadikan salah satu pendapatan asli daerah juga jeblok. Retribusi ini dibagi antara Dinas Perdagangan, Pemerintahan Desa Gulang ( pemilik lahan) dan dinas pertanian peternakan. “Hotel” hewan pun juga kandas di tengah jalan.(sup)
Posting Komentar