Depo Murah menggusur Poliklinik Humanica |
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesua (IAAI) Komisariat Jateng dan Jogja sepakat
kasus “penghancuran” Poliklinik Humanica (PH) di Jalan Sunan Muria 58 kota
Kudus harus dituntaskan. Jika dibiarkan begitu saja sangat dikhawatirkan
berdampak sangat buruk terhadap “dunia” cagar budaya (CB) di Indonesia pada
umumnya dan khususnya di Kabupaten Kudus.IAAI meminta kepada semua pihak yang
terkait untuk secepatnya memproses kasus tersebut sesuai aturan- perundangan
yang berlaku.
Sedang Lembaga Penjaga Penyelamat Karya Budaya Bangsa
(LPPKBB) Kabupaten Kudus telah melaporkan
“penghancuran” PH kepada LPPKBB pusat di Jakarta. Lalu akan meluncurkan
somasi kedua kepada Dinas Kebudayaan Pariwisata (Budpar) Kabupaten Kudus dan
pemilik bangunan Depo Murah super market bangunan.
Seperti diberitakan Bemo ,Senin (8/6/2020), Poliklinik
Humanica di Jalan Sunan Muria 58 Kudus yang telah terdaftar sebagai benda cagar
budaya tidak bergerak sejak September 2005, kini dipastikan lenyap. Digantikan
sebuah bangunan baru berlantai tiga. Bercat merah, kuning, putih dengan papan
nama Depo Murah supermarket bangunan. Sedang situasi dan kondisi Depo Murah per
Rabu (17/6/2020) nampak “normal normal” saja. Nampaknya tidak terpengaruh
dengan somasi yang dilayangkan LPPKBB, Kiss, maupun pendapat para ahli serta
pemerhati CB.
Dipastikan cagar budaya
Menurut sejumlah anggota IAAI Komisariat Jateng –DIY yang dihubungi Bemo
, Rabu (17/6/2020), PH yang dihancurkan dan kemudian diganti/dibangun bangunan
baru sudah ditetapkan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi
Jawa Tengah (Jateng) September 2005. dengan nomor urut 25, nomor inventaris
11-19/Kud/25/TB/04 dengan jenis benda
cagar budaya gedung dan periode kolonial, Lalu berdasarkan hasil inventarisasi per Desember
2012, PH tetap berada di nomor urut 25, dengan nomor investaris yang sama
(11-19/kud/TB/25. “Jadi penetapan PH saat itu mengacu pada undang undang nomor
5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya dan peraturan pemerintah (PP) /1993
maupun perundangan yang berlaku lainnya.” ujar Odik salah satu anggota IAAI.
Meski muncul pengganti UU nomor 5 tahun 1992 dengan UU
nomor 10 tahun 2010 dan surat keputusan BP3 Jateng tersebut belum dicabut,
maka apa yang diputusakan BP3 sampai
sekarang masih tetap sah menurut hukum.
Jadi menurut IAAI, sangat
tidak tepat ketika Dinas Budpar Kudus, melalui Kepala Seksi Sejarah Museum
Keperbukalaan, Lilik Ngesti mengatakan : mengatakan, bangunan PH belum ada
kajian dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan belum ditetapkan sebagai cagar
budaya. “ Seharusnya Lilik dengan TACBnya seharusnya menghormati kinerja para
pendahulu dan memahami arti penting benda cagar budaya/cagar budaya. Terus
karena TACB belum mengkaji ulang terus mengatakan PH bukan bangunan cagar
budaya” tegas anggota IAAI lainnya.
IAAI Komisariat Jateng DIY juga ikut mendukung bila seluruh nama cagar budaya di Kota Kretek ini
diumumkan secara luas dan disertai dengan buku undang undang nomor 10 tahun
2010. Tidak hanya kepada pemilik,
pengelola, instansi dinas terkait, juga kepada
siswa-mahasiswa dan masyarakat umum. Khususnya yang peduli terhadap
cagar budaya.(sup)
Posting Komentar