Santo pemilik E-Warong |
Kudus, Berita Moeria
(BeMo)
Jumlah warga miskin
atau Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
dalam program sembako 2020 periode Mei
di Kabupaten Kudus yang gagal membawa pulang sembako semakin membengkak
dibanding periode April. Bahkan banyak pula KPM selama dua bulan terakhir
(April- Mei 2020) samasekali tidak
memperoleh sembako Gara gara mesin pembaca
(EDC) tidak sepenuhnya berfungsi.
Selain korban utama adalah KPM,
korban lainnya adalah pemilik Elektronik warung gotong royong (E Warong), agen
dan atau pemasok sembako. Para pemilik E Warong sudah
melaporkan hal tersebut kepada Bank BNI Cabang Kudus sebagai bank penyalur
program sembako 2020. Namun bank ini berkilah hanya sebatas penyalur di tingkat
kabupaten/kota. Otoritas sepenuhnya di tangan Kantor Pusat di Jakarta.
Berdasarkan data yang dikumpulkan BeMo
, nyaris seluruh E Warong di Kudus yang mencapai 148 unit dan tersebar di
sembilan kecamatan, “kebobolan” Pihak Bank BNI Kudus yang dihubungi BeMo tidak
merespon samasekali.
Setiap E Warong memang tidak sama
jumlah KPM yang tidak menerima sembako. Tetapi
bisa digolongkan menjadi 1- 10, 11-20, 21- 30, 31- 50 dan diatas 50
orang/KPM. Pemilik E Warong Santo Photo Desa Bulungcangkring RT 01/RW 03,
Santo yang ditemui Be Mo, Senin (11/5/2020) membenarkan lebih dari 50 KPM pemegang Kartu Keluarga
Sejahtera (KKS) yang gagal membawa pulang sembako. “Padahal
mereka sudah berdatangan ke mari untuk “menggesekkan “ KKS,
ternyata saldonya nol rupiah. Alias
kosong. Padahal seharusnya saldonya Rp 200.000. Oleh karena itu saya terpaksa memasang tulisan/pengumuman “
Mohon maaf Saldo yang masih nol masih
belum bisa,” ujarnya.
Santo pun tidak bisa mengatasi hal tersebut kecuali
melaporkan kepada pihak pendamping dari Dinas sosial di tingkat kecamatan dan
Ban BNI Kudus. Selain itu juga harus berurusan dengan pemasok sembako dan
dirinya sendiri.
Maksudnya untuk program sembako
2020, seluruh kebutuhan sembako ditangani Heru, koordinator pemasok, sehingga
pertanggung jawaban – khususnya menyangkut dana dengan yang bersangkutan.
“Namun mulai bulan Mei, saya tidak lagi sepenuhnya mau menerima pasokan dari Pak Heru. Kecuali beras. Sedang
lainnya saya sendiri yang membeli dari bakul lainnya,”
Setiap KPM KKS menerima jatah program sembako 2020 sebesar Rp 200.000,-. Uang tersebut kemudian “dicairkan” di setiap E Warong terdekat dan selanjutnya setiap KPM KKS
memperoleh sembako yang jenisnya telah ditentukan bersama. “Jadi kamilah yang
menanggung untuk membayar semabko yang telah dikirim pemasok maupun yang kami
beli sendiri dari bakul lain. Itulah resiko kerugian yang kami tanggung” tambah
Santo.
Kemana
“larinya”
Kasus “kosongnya” saldo KPM KKS
tersebut sebenarnya sudah berlangsung
sejak program bantuan non tunai dimulai
awal 2018, Namun sampai sekarang belum/tidak pernah tertangani. Di tingkat
kabupaten/kota, provinsi hingga nasional.
Jika menghitung dari Kabupaten
Kudus, yang memiliki penduduk dan luas wilayah terkecil di Jawa Tengah, jumlah
E Warongnya tercatat 148 unit dengan total KPM KKS sekitar 35.000 – 38.000.
Belum termasuk tambahan KPM KKS perluasan sebanyak 20.605 jiwa.
Jika dihitung rupiahnya (per KPMKKS
Rp 200.000), maka program sembako 2020 mencapai
nilai Rp 7 – Rp 11 miliar/ bulan. Jika diambil rata-rata setiap E Warong
“kebobolan” saldo kosong 10 KPM KKS, maka uang KPM KKS yang “larinya” entah ke mana dan
siapa yang bertanggung jawab mencapai 10
x 148 E Warong x Rp 200.000 sama dengan sekitar : Rp 296 juta. Jika dihitung di
tingkat nasional dipastikan membengkak uluhan hingga ratusan kali. (sup)
Posting Komentar