Masjid Nganguk Wali, Tempat Diskusi Wali Sanga


Kudus, Berita Moeria (BeMo) 

Masjid Nganguk Wali , yang terletak di Dukuh Nganguk Desa Kramat Kecamatan Kota Kudus, memiliki  enam benda peninggalan sejarah periode Islam dan telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya bernomor  16- 11-19/Kud/16 /TB/04 September 2005.

Konon dibangun Sunan Kudus pada tahun 1.556 Masehi (Abad 16) dan sudah dipugar tiga kali, namun tidak membongkar enam benda bersejarah, sehingga  predikat sebagai cagar budaya masih tetap melekat sampai sekarang.

Ke enam benda bersejarah tersebut menurut pendataan tim  inventarisasi  benda cagar budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kudus per 2007 adalah :
(1) tiang soko guru yang berjumlah 4 buah dan terbuat dari kayu jati.
4 tiang saka guru
(2) saka guru pendamping 12 buah.
(3) mustoko masjid dari bahan tanah liat.
Mustoko Masjid Nganguk
(4) genting sirab di bawah mustoko  yang juga terbuat dari tanah liat berada “di lantai “ dua.
Sirap dan Krepus Masjid Nganguk
(5) dua sumur (satu sumur berada di dalam dan satu sumur lainnya di luar komplek masjid) dan
Sumur di dalam Masjid Nganguk 
(6) tempat air wudlu yang berbentuk sumur kecil.
bak tmpat wudlu

Dari enam benda bersejarah tersebut, menurut marbot masjid Nganguk Wali, Sofiah ,takmir masjid setempat Widi Utomo dan pengurus masjid Rahmat Abdullah air yang berada di dalam sumur dengan kedalaman lebih dari 15 meter ini, sampai sekarang masih dipercaya sebagian masyarakat berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Bahkan dijadikan sarana untuk menyelesaikan berbagai persoalan di kalangan keluarga.

Menurut Widi Utomo, mereka yang berselisih datang ke Masjid Nganguk Wali dengan didampingi beberapa saksi.Kemudian dilanjutkan ritual yang harus dilaksanakan. Setelah mengambil air wudu, lalu salat dua rakaat. Selesai salat, mereka bersumpah sambil minum air yang sebelumnya diambil dari sumur masjid. Air itu diyakini memiliki kesakralan yang tinggi. Jika dari salah satu yang berselisih terbukti ingkar, dia diperkirakan mendapat azab dari Allah SWT. 

Percaya atau tidak, namun berdasarkan pengamatan BeMo,Kamis (7/5/2020)  yang diantar dua petugas Masjid Nganguk Wali,  sumur itu sendiri berada di dalam ruangan yang cukup lapang. Berpagar dengan jeruji besi yang di bagiann ujungnya seperti  mata tombak. Tingginya sekitar 1,30 meter dan permukaan sumur rata dengan lantai.

Air sumur tersebut dengan mesin pompa dialirkan ke bak penampungan yang berada  sekitar 3 meter dari lokasi. Airnya cukup jernih dan dijadikan tempat wudlu. Selain itu juga dialirkan ke bangunan lantai dua. “Sampai sekarang belum pernah asat( kering), meski dalam kemarau  panjang sekalipun,” tutur Sofiah.

“Kesaktian” air sumur dalam Masjid Nganguk Wali tersebut, juga dijumpai di Sumur Tulak , di Masjid Loram Kulon wilayah Kecamatan Jati dan Masjid Jepang di wilayah Kecamatan Mejobo. Sedang  empat tiang utama yang terbuat dari kayu jati dan masih cukup kokoh, tegak berdiri dengan ditopang umpak dari beton. Berada di balik lima pintu berukir yang ukuran  sama (seragam).Pintu ini mengingatkan pada pintu rumah-rumah adat Kudus yang dikenal di tingkat nasional maupun internasional (karena sebagian diantaranya diboyong ke berbagai negara).

Lalu di serambi utama yang berlantai mengkilat dijumpai 12 saka (tiang) pendamping. Sayang tiang yang konon juga terbuat dari kayu jati, dicat dengan warna menyolok, sehingga  keaslian “urat-urat” kayu jati yang sampai sekarang diakui sebagai kayu kelas satu di Indonesia lenyap. 

Lalu untuk  “pagar depan”  dan pintu masuk, yang mirip dengan komplek Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, merupakan bangunan baru. Termasuk  bangunan di bagian kanan depan dan menara yang memang cukup megah dan artistik. Dan menurut bahan yang dihimpun Bemo dari berbagai sumber, semasa Sunan Kudus,  sering dijadikan  tempat berkumpulnya para wali maupun ulama dari berbagai daerah, termasuk ulama dari Asia Tenggara.-  berdiskusi dan  membahas perkembangan agama Islam. Sedang ulama yang dijadikan rujukan adalah Sunan Kudus, yang  dikenal sangat bijak dan toleran.

Dikisahkan ketika Sunan Kudus sering berdsikusi dengan Tee Ling Sing-seorang biksu keturanan Cina yang lebih dahulu tinggal di Kudus.Akhirnya  Tee Ling Sing beralih masuk Islam (semula beragama Budha. Tee Ling Sing yang konon juga dianggap guru Sunan Kudus dalam perkembangan berikutnya dikenal sebagai Kiai Telingsing yang dimakamkan di Desa Sunggingan beberapa ratus meter selatan komplek Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus. Bahkan namanya juga diabadikan sebagai nama salah satu jalan raya di Kudus.(sup)


Komentar

Lebih baru Lebih lama