Kudus, Berita Moeria (BeMo)
Pemberian buah pir bagi warga prasejahtera (warga miskin) penerima program
sembako 2020 di Kabupaten Kudus patut dipertanyakan. Selain tidak sejalan
dengan pedoman umum sembako 2020, lebih
kental diwarnai persaingan dagang. Namun ujung-ujung tetap warga miskin penerima
bantuan sosial ini yang menjadi korban.
Salah satu contoh konkrit terjadi di wilayah Kecamatan
Kota Kudus pada pembagian sembako perluasan bagian bulan April dan Mei ( didobel/diterimakan sekaligus pada bulan
Mei 2020). Salah satu sembako yang diberikan adalah buah pir setengah kilogram
dengan harga Rp 13.000,
Pada “kulit” buku pedoman umum program sembako 2020, antara lain terlihat dua sisir pisang warna kekuningan dan potongan/belahan buah pepaya warna kemerahan dengan b ijinya berwarna hitam pekat. Itu salah satu sinyal jika buah lokal. Lokal di tingkat desa/kota/kabupaten/provinsi dan nasional kedua jenis buah tersebut dengan mudah didapat. Tentu saja juga lebih murah dibanding dengan buah pir yang harus diimpor. Kandungan gizinyapun juga tidak kalah hebat.
Menurut pengamatan BeMo, pemberian/pembagian buah impor dalam program sembako ini ternyata sudah berlangsung beberapa kali dan merata di semua KPM KKS di seluruh Kabupaten Kudus. Belum diketahui secara pasti siapa “orang kuat” yang menentukan jenis buah impor tersebut, Namun nampaknya peran dan kemampuan Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) di bawah koordinasi Depertemen/ Kementerian Sosial perlu dipertanyakan.
Merekalah ujung tombak, karena TKSK adalah seseorang yang diberi tugas dan kewenangan oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu melaksanakan dan atau membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan wilayah penugasan,
Sangat kaya buah buahan
Selain pepaya dan pisang yang cukup banyak jenisnya, masih sangat banyak pula jenis buah-buahan yang dihasilkan bumi Indonesia. Dan Indonesia satu satunya negara di didunia yang paling banyak memiliki aneka jenis buah-buahan. Menurut Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo , sejak diumumkan pertamakali adanya kasus infeksi Covid-19 pada awal Maret 2020 lalu, komoditas hortikultura khususnya permintaan sayur dan buah segar mengalami peningkatan.
Di sisi lain, penjualan produk buah impor seperti jeruk, lengkeng, apel dan pir justru mengalami penurunan akibat terganggunya distribusi yang berdampak pada lonjakan harga di dalam negeri. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai toko buah di Jakarta, penjualan buah impor menurun drastis, khususnya buah asal China. Sejak Januari hingga Februari saja, omset penjualan buah impor seperti jeruk santang dan jeruk sunkis mengalami penurunan hingga 45 hingga 60 persen.
Berkurangnya pasokan buah impor yang diikuti dengan lonjakan harga menjadi peluang bagi buah lokal untuk mengisi pasar. Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman, saat dikonfirmasi menyebut kondisi pandemi Covid-19 ini berdampak langsung terhadap impor buah-buahan asal China seperti Jeruk, Lengkeng, Apel dan Pir. “Jumlahnya menurun tajam.
Berdasarkan data BPS, impor buah-buahan pada bulan Februari pada tahun 2020 sebanyak 14,5 ribu ton, turun 45 persen dibandingkan impor di bulan sebelumnya. Kalau dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2019, impor buah turun hingga 54 persen,” ujar Liferdi.
Menurutnya, kondisi tersebut justru membuka peluang besar bagi buah-buahan lokal untuk mengisi pasar, menggantikan buah impor. “Buah-buahan lokal musiman seperti manggis, duku, alpukat,buah naga, jeruk saat ini sedang panen. Bahkan buah-buahan semusim seperti pisang, jambu biji, papaya, salak, semangka dan melon terus berbuah sepanjang tahun,” ungkap pria asal Minang ini. “Ketersediaan buah-buah lokal secara umum mencukupi,” tambahnya.
Penangkal virus Corona
Saat ini buah-buahan yang mengalami lonjakan permintaan diantaranya jambu biji, jeruk lemon dan alpukat. “Buah-buahan tersebut dikenal kaya serat, vitamin C,E, dan antioksidan. Bagus untuk daya tahan tubuh sehingga mampu menangkal virus Corona. Disinyalir sekitar 85 persen yang positif Corona tidak menunjukkan gejala karena memiliki imunitas yang baik,” tambahnya.
Buah-buahan tersebut banyak diproduksi petani-petani kita. Jambu biji merah banyak menyebar di daerah Bogor, Sukabumi, Majalengka, Cirebon, Kuningan sedangkan untuk jeruk lemon banyak diproduksi petani dari Kabupaten Bandung, Bandung Barat dan daerah lainnya di Jawa Timur,” bebernya.
Lebih lanjut Liferdi menjelaskan, bahwa ditengah pandemi Covid-19, pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk memastikan ketersediaan buah-buahan lokal. Saat ini permintaan terhadap star up mengalami peningkatan yang signifikan. “Pasar online ini tidak semua punya akses langsung ke petani, oleh karena itu, kami akan siapkan sistem informasi peta ketersediannya,” tandasnya.
Ditambahkan Liferdi, sejak tahun 2006 Kementerian Pertanian telah fokus melakukan pengembangan buah-buahan unggulan di Indonesia. Kegiatannya meliputi pengembangan kawasan, pendampingan penerapan budidaya sesuai dengan kaidah GAP/SOP, fasilitasi sarana pascapanen hingga pengolahan.
Berdasarkan data BPS, trend produksi buah-buahan lokal pada kurun waktu 4 tahun terakhir terkonfirmasi mengalami peningkatan. Pada tahun 2019 produksi buah-buahan lokal mencapai 22,5 juta ton atau naik 4,8% dibanding tahun 2018. “Hampir semua jenis buah lokal meningkat produksinya. Alhamdulillah tahun ini malah diikuti dengan peningkatan permintaan pasar. Semoga membawa berkah buat petani buah di seluruh Indonesia,” jelas Liferdi.
Dihubungi terpisah, petani sekaligus pelaku usaha jeruk Lemon asal Pengalengan Bandung, Saleh Suryadi mengatakan bahwa situasi Pandemi Covid-19 saat ini justru memberikan rejeki lebih buat petani jeruk lemon di daerahnya. “Permintaan jeruk lemon meningkat terutama dari Jakarta. Dari kelompok tani saya saja tiap minggu bisa kirim 3-5 ton, itu belum dari kelompok tani yang lain,” ungkap Saleh.
Disiinggung soal harga, Saleh mengaku saat ini tidak kurang dari Rp 15 ribu per kilogram. “Biasanya harga jual rata-rata 6 hingga 8 ribu per kilo. Berkahlah buat petani buah khususnya lemon,” ungkapnya semangat. Saleh yang juga Ketua Kelompok Wijaya Tani tersebut menuturkan, kondisi pandemic Covid-19 malah menjadikan para petani lebih bersemangat untuk merawat tanamannya.
Saat ini di kelompoknya saja tidak kurang 10 ribu pohon jeruk lemon telah ditanam petani. Saleh memperkirakan untuk seluruh Pangalengan bisa mencapai ratusan ribu tanaman. “Peluang pasar yang bagus ini kita tindaklanjuti dengan budidaya yang baik. Tanaman lemon kita pelihara baik-baik mengacu pada standar yang ada. Harapan kami, pemerintah bisa memfasilitasi benih jeruk lemon buat petani di Pengalengan, karena selain tanahnya cocok, prospek pasar juga sangat bagus bahkan mampu bersaing dengan lemon impor,” katanya. (ayo cirebon/sup)
Posting Komentar