Belum Mampu "Merekom" Terbitnya Cagar Budaya

rumah adat kudus milik keluarga furqon noor yang dijadikan Bentara Budaya Jakarta

Kudus, Berita Moeria  (BeMo)
Tim ahli cagar budaya (TACB) Kabupaten Kudus, selama lima bulan terakhir belum mampu merekomendasikan terbitnya penetapan  cagar budaya dari bupati Kudus. Sebab informasinya belum cukup.

Hal itu diungkapkan Kepala Seksi sejarah museum purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dibudpar) Kudus, Lilik menjawab pertanyaan tertulis yang diajukan BeMo pekan lalu. Pertengahan 2019, Lilik  mengungkapkan rumah adat Kudus (RAK) dan  pendopo kabupaten Kudus akan dikaji secara ilmiah oleh TACB sebagai dokumen benda cagar budaya yang harus diberlakukan, sebagaimana benda cagar budaya.”Ya mosok temboknya dicat hijau telor. Khusus untuk RAK  saya berupaya ditetapkan sebagai warisan dunia Unesco saya sudah memulainya “ ujarnya.

Bahkan ia berharap semua ikon Kudus menjadi aset pemerintahan kabupaten (Pemkab), sehingga perawatan  sumber daya manusia (SDM), biaya dan pelestariannya bisa didukung Anggaran Belanja Daerah (APBD) Kudus. Pemkab Kudus telah menetapkan lima TACB, yaitu  Edy Supratno, Mitta Hermawati, Masdar Faridl, Anggara Nandiwardhana dan Muhammad Sulthon.

Pergunjingan

Rencana  yang digulirkan Lilik untuk mengkaji secara ilmiah tersebut memunculkan pergunjingan di kalangan Dibudpar sendiri, maupun kalangan anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), M asyarakat Sejarawan /Indonesia maupun pemerhati cagar budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia,  mengkaji artinya (1)  belajar/ mempelajari (2) memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan). Padahal RAK (Joglo Pencu) telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia  2016 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Menurut Ketua Tim Ahli Penetapan WBTB Indonesia, Tety Pundenta, sidang  penetapan berlangsung delapan bulan karena tim harus turun ke lapangan untuk memverifikasi karya budaya dan juga meneliti naskah akademis dari pemerintah daerah/pemerintah kabupaten/kota. Karya budaya  yang menjadi WBTB Indonesia berarti telah diverifikasi, diuji dan dikaji keberadaannya.

Warisan budaya harus berumursekurang-kurangnya dua generasi dan bertahan sampai sekarang. Penetapan WBTB ini berdampak pada pelestarian kedepan. Peran pemerintah daerah/pemerintah kabupaten/kota sangat penting.Khusus Rumah Adat Kudus “domain”nya adalah kemahiran dan kerajinan tradisional. Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus, khususnya di bidang budaya nampaknya  terlena dengan adanya TACB yang  lebih cenderung melakukan “kajian ilmiah”. 
            
Hal yang dianggap “sepele” malah tidak disentuh samasekali. Seperti papan nama benda cagar budaya yang kadaluwarsa, Buku tentang undang undang cagar budaya  nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya (CB) yang seharusnya disebar luaskan. Utamanya kepada pemilik pengelola cagar budaya hanya tersimpan rapi di almari kantor.

Komplek stasiun kereta api di Wergu Wetan  bekas kantor Kawedanan Tenggeles Jekulo, rumah kembar Nitisemito bagian timur, SD Demaan I, SMP 5, SMP 1, SMP 2 hingga pendopo kabupaten dibiarkan begitu saja. Rasanya mustahil jika  SDM hingga pelestariannnya dibebankan kepada APBD Kudus., tanpa melibatkan peran swasta.(sup).


Komentar

Lebih baru Lebih lama