Antara Sunan Kudus, Arya Penangsang dan Masjid Jepang



Kudus, Berita Moeria (BeMo)
Masjid Al Makmur di Desa Jepang Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus menurut cerita rakyat didirikan ternyata  menyimpan ceritera dan sejarah yang cukup menarik untuk disimak, Sebab, berhubungan  erat dengan  Sunan Kudus- salah satu “anggota” Wali Sanga, panglima perang kerajaan Demak (kerajaan Islam pertama) . Sedang Arya Penangsang adalah murid “kinasih” Sunan Kudus yang menjabat sebagai Adipati Jipang Panolan.

Alkisah, Arya Penangsang suatu saat ingin menghadap Sunan Kudus, namun tidak serta merta langsung ketemu, meski keduanya dikenal sebagai murid dan guru. Maka Arya Penangsang bersama pengikutnya mesanggrah atau bertempat tinggal sementara di sebuah tempat sekitar 4-5 lima kilometer timur  dari kediaman Sunan Kudus  di Desa Kauman.

Sambil menunggu pertemuan dengan gurunya itu, maka Arya Penangsang dan para pengikutnya mendirikan tempat untuk bersembahyang (/mushola/masjid) yang dikemudian hari dikenal sebagai Masjid Al Makmur. Serta ditandai dengan prasasti berhuruf Arab, yang antara lain dalam terjemahan bebasnya, Insya Allah sapa-sapa wonge sodakoh ning masjid iki, slamat donya akherat.(Insya Allah, bagi siapapun yang bersedekah di masjid ini bakal selamat dunia akherat).

Menurut mantan Kabid Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dibudpar) Kudus, Sancaka Dwi Supani ( sekarang menjabat Sekretaris Kecamatan Jekulo) ,sangat disayangkan sampai sekarang tidak/belum pernah ditemukan bekas-bekas peninggalan masjid tersebut. Terkecuali gapura masjid, prasasti dan sebuah sumur.

Dengan tidak ditemukan bekas-bekas (alat bukti menurut versi hukum)  peninggalan masjid tersebut dan kemudian dibangun masjid baru, maka  Masjid Al Makmur sampai sekarang tidak ditetapkan sebagai cagar budaya. Terkecuali gapura masjid  ditetapkan sebagai cagar budaya oleh BP 3 Provinsi Jawa Tengah dengan nomor inventaris 11-19/Kud/07/TB/04, September 2005.Gapura ini bentuk bangunannya mirip dengan Masjid Menara Sunan Kudus dan diduga juga dibangun pada seputar tahun 1685.

Meski demikian  setiap hari Rabu terakhir bulan Hijriah selalu digelar ritual Rebo Wekasan . Ditandai dengan kirab budaya yang antara lain membagikan air salamun dan disaksikan ribuan warga Air itu diyakini bertuah dan menjadi sarana menangkal bala atau ancaman marabahaya. Sedang salamun berasal dari kata 'salam' yang berarti 'selamat'.

Air salamun diperoleh dari  sebuah sumur berkedalaman lebih dari enam meter yang terletak di sisi kiri tembok/bangunan masjid. Al Makmur..Konon sumur itu tercipta atas kesaktian Sunan Kudus yang menancapkan tongkatnya di atas tanah, kemudian muncul sumber air yang hingga kini tidak pernah kering.. Air dari sumur itulah yang dibagikan atau diberikan kepada warga saat ritual Rebo Wekasan

Gapura.

Gapura Padureksan Desa Jepang
Setelah bekerja ekstra keras dan penuh kehati-hatian, pemugaran gapura masjid Al Makmur di Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, rampung 100 persen pada pertengahan tahun 2009.. Pemugaran yang dipimpin Rabiman (50), tenaga ahli dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Tengah, sedikit lebih cepat dibanding penjadwalan selama tiga bulan.

Menurut Rabiman, proses pemugaran diawalai dengan merobohkan seluruh bangunan gapura dengan sangat hati-hati dan tahap demi tahap. Antara lain selalu didata ukuran bata merah dan urutannya sesuai bentuk bangunan. Ternyata tinggal sekitar 40 persen yang masih bisa dimanfaatkan."Kami terpaksa membeli bata merah dari Mayong Jepara, karena kualitasnya masih bisa diandalkan. Sedang produk bata merah asli Kudus yang semula kualitasnya sangat bagus, sekarang mulai luntur antara lain diakibatkan kualitas tanah liatnya menurun," ujarnya.

Dari hasil identifikasi, bata merah gapura masjid Al Makmur berukuran panjang 30 centimeter, lebar 15 centimeter, tebal 5-6 centimeter. Sedang untuk membangun gapura, samasekali tidak menggunakan semen, karena kualitas bata merahnya sangat bagus.

Sepasang bata merah dicelupkan ke dalam air, lalu saling digosokkan, sehingga satu sama lain merekat sangat erat. "Kami berhasil mengembalikan pada bentuk aslinya, kecuali pintu kayu gapura yang sudah tidak mungkin difungsikan dan harus diganti. Pintu asli tetap dilestarikan, dengan jalan dipindah dan dipajang di komplek masjid, tutur Rabiman.

Selain itu menurut dia, sebagian fondasi gapura terpaksa dibuat dari cor semen, guna menghindari kemungkinan roboh akibat gempa atau faktor penyebab lainnya. Sedangkan aslinya menggunakan bata merah, termasuk seluruh bangunan gapura yang mirip dengan Menara Kudus di komplek Masjid dan Makam Sunan Kudus.

Tentang nama Jepang.

Setelah banyak membaca, menyimak dan mendengar dari banyak pihak, tentang Arya Jipang alias Arya Penangsang, pada Februari 2016, juru pelihara (Jupel) Masjid Al Makmur, Faturrahman Aziz mengunjungi Desa Jipang Kecamatan Cepu Kabupaten Blora.

Ia didampingi  takmir masjid, Abdul Aziz, Budi, Sugiono dan staf humas Universitas Muria Kudus, Rosidi.”Kedatangan kami ke Desa Jipang dalam rangka menelusuri kemungkinan adanya keterkaitan antara masjid Al Makmur  dengan masjid yang ada di Desa Jipang Cepu. Termasuk cerita rakyat, berbagai benda yang ada kaitannya dengan Arya Penangsan.di desanya dengan Desa Jipang di Cepu.,’’ tuturnya.

Menurut penjelasan dari Kepala Desa Jipang (Cepu), Ngadi, Desa Jipang terletak 7 kilometer sebelah selatan dari kota kecamatan Cepu. Memiliki  tiga pedukuhan,  Judan, perum purnawirawan TNI Auri dan dukuh Jipang.

Desa ini berbatasan dengan desa Ngloram dan Kapuan di sebelah barat. Sedang di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Desa Payaman Kecamatan Ngraho dan desa Tebon Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro. Lalu di sebelah utara berbatasan dengan Desa Getas. Dari nama nama desa tersebut menurut  Faturrahman,  ada kesamaan dengan nama sejumlah desa di seputar Desa Jepang. Seperti  Desa Loram Kulon, Loram Kulon, Payaman, Jetis Kapuan dan Desa Getas Pejaten.

Sedang menurut WikipediA, Desa ini pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Jipang pada abad XVI, yang selanjutnya menjadi suatu wilayah kerajaan vazal di bawah Kerajaaan Demak. Salah satu Rajanya yang terkenal adalah Arya Penangsang atau Arya Jipang. Di desa ini masih terdapat beberapa sisa-sisa peninggalan kerajaan  dan belum pernah diteliti secara tuntas. Seperti makam tua (dan dikeramatkan) Gedong Ageng dan Santri Sembilan Walisongo. Daerah kekuasaan Kerajaan DJipang meliputi: Pati, Lasem]],Blora, dan Jipang sendiri.

Ketika Arya Penangsang menjadi Sultan Demak ke V atau Sultan Demak terakhir dimana situasi kota Demak pada saat itu sudah tidak kondusif lagi untuk di jadikan Pusat Pemerintahan, maka Arya Penangsang memerintah  (mengendalikan ) Kesultananan Demak dari desa Jipang.

Akan tetapi setelah Jaka Tingkir (Hadiwijaya) merebut takhta Demak dari tangan Arya Penangsang yang membuat hilangnya kedaulatan Kesultanan Demak dengan berdirinya Kerajaan Pajang, maka sejak itu Blora masuk dalam wilayah Kerajaan Pajang..

Dari antara  Sunan Kudus, Arya Penangsang , Masjid Al Makmur Desa Jepang dan  Desa Jipang (Cepu) , nampaknya pihak-pihak berkompeten. Khususnya para ahli di bidangnya, seperti sejarahwan, arkeolog dan departemen untuk mengungkap lebih rinci . Terutama dalam bentuk kajian ilmiah. Semoga (sup)

Komentar

Lebih baru Lebih lama