Anggota Pak Ogah |
KUDUS,
Berita Moeria (BeMo)
“Pak Ogah” di Kabupaten Kudus jumlahnya lebih dari
100 orang. Mereka terwadahi dalam Sukarelawan Pengatur Lalulintas (SPLL) dan
juga memiliki grup WhatsApp
(WA). WA adalah aplikasi pengiriman pesan yang
digunakan di lebih dari 180 negara.
Sekitar dua bulan lalu mereka dikumpulkan
aparat Polsek Kota Kudus untuk berdialog. Diberikan arahan, petunjuk praktis
tentang berbagai hal menyangkut lalulintas.
Rencananya setelah Lebaran nanti mereka juga akan bertemu lagi.
Disebut Pak Ogah karena dianggap seperti
tokoh Pak Ogah dalam serial Si Unyil yang ditayangkan melalui televise. Pak
Ogah memiliki karakter yang selalu meminta imbalan setelah dia melakukan
pekerjaan. "Cepek dulu dong" ujarnya.
Menurut Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya
Komisaris Besar Halim Panggara , wacana pemberdayaan Pak Ogah sebagai
Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas tidak melanggar undang-undang. Pemberdayaan
ini didasari undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Dalam pasal 256 disebutkan masyarakat berhak berperan serta
dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan."Tanggung
jawabnya hanya mengatur, tidak ada yang lebih dari pada itu. Latar belakangnya
karena dia sudah mengatur, kami berdayakan jika dia ingin ikut
berpartisipasi," ujarnya.
Sedang Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten
Kudus, Abdul Halil melalui Kepala Bidang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Putut
Sri AKuncoro, sampai sekarang belum
menangani secara khusus keberadaan SPLL.
“Akibatnya memang belum ada kesepahaman hingga penangannnya seperti
apa.. Memang masih menjadi pro – kontra di kalangan masyarakat tentang
keberadaan Pak Ogah tersebut” tuturnya.
Sumber penghasilan
Terlepas dar pro –kontra, namun yang pasti di pertigaan Jalan Raya wilayah Desa Kaliputu Kecamatan Kota Kudus dengan
Desa Bacin dan Desa Panjang Kecamatan Bae, tercatat ada delapan orang Pak Ogah. Dua orang dari Kecamatan Dawe (Kudus), dua orang dari
Desa Bacin. Sedang empat orang lainnya dari Buyaran Demak. Mereka bekerja
bergantian, antara pukul 07.00 – 15.00 dan
dari pukul 15.00 – 21.00.
Zeinal dan Supri yang ditemui BeMo, Minggu sore
(19/4/2020) baru saja tiba dari Demak. Hari itu jadwal mereka bertugas siang-
malam hari. Satu diantaranya tuna wicara
dan satunya mampu berbicara namun tidak begitu lancar. Mereka bisa menulis. Menurut Zeinal
dan Supri, penghasilan sebagai Pak Ogah
untuk saat ini tergolong sepi.
Biasanya memperoleh lebih dari Rp 100.000 (kotor). .
Sekarang berkurang “Kami harus
beli Bahan Bakar Minyak (BBM), makan dan rokok. Selebihnya di bawa pulang,”
tuturnya.
Salah satu diantaranya mengendarai motor lumayan baik.
Berperawakan gemuk. Kulit bersih. Berpotongan rambut masa kini dan masih
berusia muda. Keduanya secara bergantian dengan rekan kerjanya, Slamet dan
Mamat. Sedang Bambang Hadi Prayitno dari Desa Bacin sudah memiliki cucu dan “baru” sekitar tiga
tahun menjadi Pak Ogah.
Ia bersama Hari Prasetyo (Bacin), Triman dan Muin
(Dawe), bergantian satu grup/regu.
“Tidak menentu pak. Ada kalanya Rp 40.000 atau Rp 50.000. Bahkan bisa
lebih,” ujarnya. Apapun penilaian terhadap Pak Ogah Pak Ogah tersebut,
yang pasti mereka mencari sumber
penghasilan untuk mendongkrak kehidupan yang pas-pasan. Bahkan cenderung
kurang.
Mereka “berjibaku” untuk mendapatkan uang receh,
dalam situasi dan kondisi yang cukup
rawan. Misalnya dari sisi keselamatan jiwa, dari sisi kesehatan (kepanasan,
kehujanan, udara malam dan sebagainya).
Dengan bermodalkan bendera kecil dari kain , satu
lampu lalulintas dan sebuah rompi pemberian dari Polres Kudus, mereka
bekerja berdasarkan belas kasihan
pengguna lalulintas. Mereka belum terjamah asuransi, belum terjamah berbagai bentuk
bantuan lainnya. Di saat wabah Covid-19 masih meraja lela, mereka pun
tetap melaksanakan “tugasnya” dengan
tertip, sesuai “aturan main” yang digariskan dari kepolisian.(sup)
Posting Komentar