Langgar Bubrah Dihiasi Lingga dan Yoni

Langgar Bubrah Nampak dari Depan

Kudus, Berita Moeria (beMo)

Langgar : menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke empat yang disusun Departemen Pendidikan Nasional artinya,  masjid kecil tempat mengaji atau bersalat, tetapi tidak digunakan untuk salat Jumat. Arti ini juga berlaku untuk surau dan musala.Sedang Masjid artinya: rumah atau bangunan  tempat beribadah orang Islam.

Meski sudah jelas perbedaannya, namun dalam buku Inventarisasi Benda Cagar Budaya yang disusun Tim Inventarisasi Benda Cagar Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kudus 2007, di halaman 35 masih tertulis Masjid Bubar/Langgar Bubrah. Bubar dan Bubrah artinya juga berbeda. Bubar artinya bercerai-berai ke mana-mana.dan bubrah(bahasa Jawa, artinya kerusakan yang mendasar).

Beruntung sebuah papan nama yang terdapat di bangunan kuno tersebut tertulis Langgar Bubrah, yang diartikan bebas  masjid kecil yang  rusak dan nampaknya memang tepat  untuk nama bangunan itu.
Langgar Bubrah Desa Demangan
Masih mengutip buku tersebut, Langgar Bubrah terletak di Desa Demangan Kecamatan Kota Kudus atau sekitar 50 meter selatan Jalan Sunan Kudus. Atau sekitar 100 meter pojok selatan Masjid Menara Sunan Kudus. Panjangnya  tercatat : 6,30 meter, lebar 6 meter, tinggi 2,75 meter ( tidak termasuk cungkupnya), dengan luas bangunan 37,80 meter persegi dan luas tanahnya 8,74 x 8,40 meter.

Berbahan baku  dari bata merah, didirikan pada abad ke-15 atau pada tahun 1546 Masehi dan fungsi awal sebagai tempat ibadah. Dalam buku ini juga dituliskan sejarah singkatnya, yaitu pada abad ke- 15 sebelum Masjid Menara Sunan Kudus berdiri, para wali telah membuat langgar ini. Namun karena  “kamnungsan” (diketahui sejumlah warga) proses pembuatannya tidak dilanjutkan. Lalu masyarakat setempat  menyebutnya dengan Langgar Bubrah.

Bangunannya tersusun dari bata merah tanpa menggunakan semen ( saat itu pabrik semen belum ada). Ada mihrabnya dan pada relung dinding bagian luar  berhias dan bermotif  tumbuh-tumbuhan. Sedang pada dinding  sebelah tenggara terdapat relief seorang lelaki berambut bersusun  mirip kepala Budha dalam posisi berdiri. Lalu pada dinding bagian selatan  dijumpai relief mirif  dengan huruf/angka Arab. 

Angka di bagian tengah menunjukkan angka lima dan  di bagian  kiri menunjukkan angka 9 dan 3 , sehingga diartikan  sebagai angka tahun 953 Hijriah. Selain itu di komplek ini juga ditemukan pilar batu bermotif Dewa Siwa. Berukran panjang 200 centimeter, lebar 35 centimeter, tinggi 15 centimeter, luas tanah 74  meter persegi dan luas bangunan 10 centemeter. 

Benda cagar budaya  ini diduga sebagai perlengkapan  tempat ibadah umat beragama Budha.Dalam pilar batu di bagian bawah  terlihat relief patung Dewi Siwa yang berdiri dengan memegang senjata trisula. Kemudian di sudut depan kiri Langgar Bubrah  terlihat sebuah lempeng batu berbentuk segi empat, dengan panjang 95 centimeter, lebar 85 centimeter dan tebalnya 10 centimeter.
Lingga Langgar Bubrah
Artefak batu ini dimaknai sebagai hasil budaya manusia yang diperkirakan  hidup pada  sebelum agama Islam  “masuk” ke wilayah Kudus.Juga berarti masa Hindu – Budha merupakan saksi dan bukti sejarah adanya pengaruh dari India yang masuk ke Indonesia.

Di seputar lempeng batu juga nampak lumpang batu  berbentuk persegi panjang. Berukuran panjang 95 centimeter, lebar 45 centimeter dan tinggi 35 centimeter. Sejumlah  budayawan berpendapat,  lumpang ini sebagai meja dasaran untuk menempatkan patung Lembu Andini. Namun yang pasti  menurut para ahli sebagai tempat/sarana pemujaan  terhadap Tuhan Yang Maha Esa- hasil budaya Hindu – Budha.

Lalu di samping lempeng batu , nampak Lingga ( batu berbentuk  tiang sebagai  tanda kelaki-lakian Dewa Siwa  melambangkan kesuburan.  Berukuran panjang 125 centimeter, luas lingkaran 155 centimeter dan bergaris tengah 45 centimeter. Sedang  benda cagar budaya lainnya yang masih utuh berupa sebuah lumpang batu berukuran tinggi 50  centimeter , berdiameter 77 centimeter dan di bagian tengahnya berlobang.  Batu ini diartikan sebagai yoni, lambang kewanitaan.

Guna menghindari kerusakaan yang semakin parah, dalam beberapa tahun terakhir, Langgar Bubrah tersebut “ditutupi” dengan cungkup bergaya rumah kuno Kudus. Termasuk sejumlah  besi yang ditanam di tepi bangunan yang berhimpitan dengan jalan kampung.(sup)

Komentar

Lebih baru Lebih lama