KUDUS,Berita Moeria(BeMo)
Setelah menjalani masa persidangan selama beberapa bulan akhirnya Bupati Kudus non aktif M Tamzil dijatuhi hukuman selama delapan tahun penjara., Vonis itu dibacakan Hakim Ketua Pengadilan Tindak pidana korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (6/4/2020) dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten (Pemkab) Kudus.
Keputusan tersebut lebih ringan dua tahun dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum selama 10 tahun. Dengan keputusan tersebut tempat penahanannya juga dialihkan ke rumah tahanan Kedungpane Semarang.
Selain itu hakim juga mengharuskan terdakwa membayar denda sebesar Rp250 juta yang jika tidak dibayarkan maka akan diganti kurungan selama 4 bulan
Masih ditambah hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2,125 miliar..
Selain itu, pengadilan juga mencabut hak terdakwa untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun, terhitung setelah terdakwa selesai menjalani masa hukuman. Atas putusan tersebut, .Tamzil langsung menyatakan banding.
Apakah upaya banding yang akan dilakukan mampu merubah masa hukuman menjadi lebih ringan, lebih berat atau bisa juga bebas, masih menunggu proses hukum lanjutan.
Selain itu menjadikan pihak pendukung fanatik Tamzil, yang telah menggelar ritual lebih dari 35 kali (selama proses persidangan) kemungkinan besar akan berpikir ulang ke hal yang lebih konkrit. Begitu pula pendukung lainnya yang memiliki cara dan sikap berbeda.
Lalu untuk urusan pemerintahan ada kemungkinan untuk “menaikkan” status Hartopo yang selama Tamzil menjalani proses hukum ditetapkan Gubernur Jawa Tengah menjadi pelaksana tugas (Plt) Bupati Kudus menjadi Bupati Kudus definitive.
Jika hal itu terjadi maka bakal ada kekosongan jabatan Wakil Bupati Kudus yang semula diemban Hartopo. Kasus semacam ini juga sempat terjadi di Kudus, ketika jabatan Bupati Kudus depegang Musthofa dan Wakil Bupatinya Abdul Hamid.
Sebelum masa jabatan wakil bupati berakhir, mendadak Abdul Hamid meninggal karena serangan jantung. Namun sampai dengan Mustofa lengser dari jabatanya, jabatan wakil bupati Kudus yang kosong tetap dibiarkan begitu saja.
Menurut kantor berita Antara, Senin (6/4/2020)Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi..
Pada dakwaan pertama, hakim menyatakan terdakwa terbukti menerima suap dari Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus, Akhmad Shofian, yang totalnya mencapai Rp750 juta..
Namun, menurut dia, dari tiga kali pemberian suap tersebut, terdakwa terbukti hanya menikmati sebesar Rp350 juta. "Terdakwa hanya menerima penyerahan pertama dan kedua sebesar Rp350 juta," ujarnya.
Pada penyerahan ketiga saat OTT KPK pada Juli 2019, hakim menilai terdakwa tidak menerima uang suap tersebut karena hanya diperoleh barang bukti uang Rp145 juta yang diamankan dari mantan staf khusus bupati Agoes Soeranto dan tidak diperoleh bukti uang lainnya pada saat penggeledahan.
Adapun untuk dakwaan kedua, hakim menilai terdakwa terbukti menerima gratifikasi yang totalnya mencapai Rp1,775 miliar. Hakim menilai tidak semua penerimaan suap oleh terdakwa sebagaimana dakwaan jaksa masuk dalam gratifikasi.
Adapun gratifikasi yang diterima terdakwa langsung maupun tidak langsung tersebut berasal diperuntukkan bagi membayar kebutuhan pilkada terdakwa, THR yang berasal dari Kepala Dinas Perhubungan, serta syukuran sejumlah pejabat yang dimutasi
Meski pemberian uang-uang tersebut tidak diterima langsung terdakwa, namun melalui staf khusus Agoes Soeranto dan ajudan Uka Wisnu Sejati, hakim menilai penerimaan uang tersebut atas sepengetahuan dan dilaporkan kepada terdakwa"Perbuatan terdakwa tersebut telah mencederai amanah sebagai kepala daerah. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," tuturnya..
Buntut Pilkada
Berdasar data yang dihimpun Berita Moeria (bemo), proses hukum yang menjadikan Tamsil divonis selama delapan tahun tidak terlepas dari Pemilihan Bupati Kepala Daerah (Pilkada) Kudus. 2018
Pilkada itu diikuti lima pasangan calon bupati= wakil bupati. Masan- Noor Yasin yang didukung Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP), PAN dan Golkar. Pasangan .Nor Hartoyo- Junaidi (independent), pasangan Sri Hartini- Budi Wibowo ( PBB, PKS, Gerindra), pasangan Akhwan - Hadi Sucipto (independent) dan pasangan Tamzil — Hartopo yang diusung Partai Hanura, PPP dan PKB.
Pasangan Tamzil - Hartopo memenangkan pertarungan dan sempat dilantik menjadi Bupati-Wakil Bupati Kudus periode 2018-2023. Kemenangan itu antara lain juga ditengarai dengan tampilnya dua pengusaha kelas besar dari Kudus dan Demak. Dua pengusaha ini dalam persidangan juga mengakui telah menggelontorkan uang hingga puluhan miliar.
Oleh karena Tamzil sejak awal Pilkada diketahui tidak mamiliki banyak uang untuk menopang selama masa kampanye. Maka banyak pihak yang menduga yang bersangkutan mengambil jalan pintas dalam hal mutasi jabatan hingga gratifikasi. Akibatnya Tamzil tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan aparat Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK). Hal ini juga atas peran dari lawan lawan politiknya yang cukup jeli menebar aneka jenis ranjau.
Tamzil yang mengawali kariernya sebagai pegawan negeri sipil (PNS) di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kudus, sempat terpilih dua kali menjadi bupati Kudus. Ia tersandung dua kali dalam kasus suap dan dua kali pula harus mendekam dalam penjara. Ada yang menangis tapi ada pula yang bertepuk tangan.(sup)
Posting Komentar