KUDUS, Berita Moeria (BeMo)
E-Warong milik Sulhadi yang berada di seberang jalan barat Pasar Doro, Desa Jepang Kecamatan Mejobo memperoleh “imbalan” dari pemasok sebesar Rp 10.000,- untuk setiap penerima Keluarga Penerima Manfaat (KPM) program sembako 2020. Atau sekitar Rp 2 juta per bulan.
Pemasok atas nama Heru Sutiyono, yang memasok aneka jenis sembilan bahan pokok (sembako) atau disesuaikan dengan kebutuhan KPM. Berdasarkan program sembako 2020, bahan pangan senilai Rp 200.000 per KPM ( yang berlaku sejak Maret) harus memiliki sumber karbohidrat (beras, jagung pipil, sagu), sumber protein hewani (telor, daging sapi, ayam, ikan), sumber protein nabati (kacang-kacangan, tempe, tahu) dan sumber vitamin dan mineral (sayur mayur, buah buahan).
Menurut Sulhadi “imbalan” tersebut harus dikurangi dengan pembelian plastik pembungkus dan kebutuhan lainnya. “ saya juga memperoleh tambahan jumlah KPM dari E Warong milik Didik Sudarbi juga dari Desa Jepang sebanyak 11 orang. Itu atas dasar perintah dari Bu Nurul. Katanya untuk memudahkan pemisahan antara penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan “ non” PKH,” ujarnya Rabu (22/4/2020).
Sedangkan Didik Sudarbi, memilih sendiri pemasok berasnya Ibu Alim Desa Kirig Kecamatan Mejobo. Pemasok telor ayam adalah Arif dari Desa Karangrowo Kecamatan Undaan. Sedang kacang-kacangan, buah dan sayur dibeli langsung dari Pasar Anyar.
Khusus untuk bulan April, “menu” yang disajikan untuk setiap KPM berupa :
1. beras 13 kilogram Rp 131.300
2. Telor satu kilogram Rp 25.000
3. Kacang tanah ½ kilogram Rp 15.000
4. Daging ayam ½ kilogram Rp 10.000
5. Sayur siem Rp 3.700
----------------------------------------------------
Jumlah Rp 200.000,-
“Saya memungut keuntungan rata rata Rp 6.000 per KPM. Posisi April 2020, jumlah KPM mencapai 264 orang Sekarang tinggal 249. dengan catatan 4 KPM “kosong” (tidak bisa menerima sembako) dan 11 KPM lainnya diminta pindah ke E Warongnya Pak Sulhadi,” Dari data angka yang tersaji tersebut keuntungan yang diterima Didik lebih kecil, meski dirinya menunjuk sendiri pemasoknya.
Sedang Sulhadi menerima keuntungan lebih banyak lewat pemasok yang ditunjuk dari “atasan”. Namun dari sisi kualitas, kuantitas ( enam tepat) masih perlu pembuktian di lapangan. Peran petugas Bank BNI dan jajaran Dinas Sosial yang mempunyai kewenangan dalam program sembako 2020. nampak abai. Sejumlah pelanggaran dan ketidak beresan . Misalnya di area Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) – (banyaknya kasus KKS kosong) sudah berlangsung.
Munculnya nepotisme di kalangan pemasok Seperti yang terlihat di Desa Kirig Kecamatan Mejobo. Sejumlah nama seperti Ema, Yasin- Joko Susilo, Tato, Dian, Kalim dan Endang. Mereka ini membentuk jaringan yang cukup kuat di hampir semua wilayah kecamatan di Kabupaten Kudus.
Betapa kuatnya jaringan yang konon “dibekingi” oknum tertentu, menjadikan Dinas Sosial maupun Bank BNI, sampai sekarang sulit untuk menindak mereka.(sup)
E-Warong milik Sulhadi yang berada di seberang jalan barat Pasar Doro, Desa Jepang Kecamatan Mejobo memperoleh “imbalan” dari pemasok sebesar Rp 10.000,- untuk setiap penerima Keluarga Penerima Manfaat (KPM) program sembako 2020. Atau sekitar Rp 2 juta per bulan.
Pemasok atas nama Heru Sutiyono, yang memasok aneka jenis sembilan bahan pokok (sembako) atau disesuaikan dengan kebutuhan KPM. Berdasarkan program sembako 2020, bahan pangan senilai Rp 200.000 per KPM ( yang berlaku sejak Maret) harus memiliki sumber karbohidrat (beras, jagung pipil, sagu), sumber protein hewani (telor, daging sapi, ayam, ikan), sumber protein nabati (kacang-kacangan, tempe, tahu) dan sumber vitamin dan mineral (sayur mayur, buah buahan).
Menurut Sulhadi “imbalan” tersebut harus dikurangi dengan pembelian plastik pembungkus dan kebutuhan lainnya. “ saya juga memperoleh tambahan jumlah KPM dari E Warong milik Didik Sudarbi juga dari Desa Jepang sebanyak 11 orang. Itu atas dasar perintah dari Bu Nurul. Katanya untuk memudahkan pemisahan antara penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan “ non” PKH,” ujarnya Rabu (22/4/2020).
Sedangkan Didik Sudarbi, memilih sendiri pemasok berasnya Ibu Alim Desa Kirig Kecamatan Mejobo. Pemasok telor ayam adalah Arif dari Desa Karangrowo Kecamatan Undaan. Sedang kacang-kacangan, buah dan sayur dibeli langsung dari Pasar Anyar.
Khusus untuk bulan April, “menu” yang disajikan untuk setiap KPM berupa :
1. beras 13 kilogram Rp 131.300
2. Telor satu kilogram Rp 25.000
3. Kacang tanah ½ kilogram Rp 15.000
4. Daging ayam ½ kilogram Rp 10.000
5. Sayur siem Rp 3.700
----------------------------------------------------
Jumlah Rp 200.000,-
“Saya memungut keuntungan rata rata Rp 6.000 per KPM. Posisi April 2020, jumlah KPM mencapai 264 orang Sekarang tinggal 249. dengan catatan 4 KPM “kosong” (tidak bisa menerima sembako) dan 11 KPM lainnya diminta pindah ke E Warongnya Pak Sulhadi,” Dari data angka yang tersaji tersebut keuntungan yang diterima Didik lebih kecil, meski dirinya menunjuk sendiri pemasoknya.
Sedang Sulhadi menerima keuntungan lebih banyak lewat pemasok yang ditunjuk dari “atasan”. Namun dari sisi kualitas, kuantitas ( enam tepat) masih perlu pembuktian di lapangan. Peran petugas Bank BNI dan jajaran Dinas Sosial yang mempunyai kewenangan dalam program sembako 2020. nampak abai. Sejumlah pelanggaran dan ketidak beresan . Misalnya di area Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) – (banyaknya kasus KKS kosong) sudah berlangsung.
Munculnya nepotisme di kalangan pemasok Seperti yang terlihat di Desa Kirig Kecamatan Mejobo. Sejumlah nama seperti Ema, Yasin- Joko Susilo, Tato, Dian, Kalim dan Endang. Mereka ini membentuk jaringan yang cukup kuat di hampir semua wilayah kecamatan di Kabupaten Kudus.
Betapa kuatnya jaringan yang konon “dibekingi” oknum tertentu, menjadikan Dinas Sosial maupun Bank BNI, sampai sekarang sulit untuk menindak mereka.(sup)
Posting Komentar