Bapak Pembangunan

Soeharto Bapak Pembangunan
KUDUS,Berita Moeria (BeMo)
     Daniel Dhakidae dalam Cendikiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (2003) mencatat, sejak Oktober 1982 diedarkan lencana berbentuk bulat oleh para pemuda, bergambar Soeharto dengan latar belakang merah putih dan di pinggirnya terdapat tulisan “Soeharto Bapak Pembangunan Indonesia”
     Tak lama setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui TAP MPR RI Nomor V/MPR/1983 kemudian mengukuhkan Soeharto dengan gelar tersebut. Salah satu poin yang terdapat dalam ketetapan MPT itu berbunyi: “Bahwa rakyat Indonesia setelah menyaksikan, merasakan, dan menikmati hasil-hasil pembangunan, secara tulus ikhlas telah menyampaikan keinginannya untuk memberi penghargaan kepada Jenderal TNI (Purnawirawan) Soeharto Presiden Republik Indonesia, sebagai Bapak Pembangunan Indonesia.”
     Penyanyi kawakan Titiek Puspa yang telah wara-wiri di lingkungan istana sejak zaman Sukarno, membuat lagu untuk Soeharto yang sangat menor oleh puja-puji.
     Bait pertama dibuka dengan menghaturkan sujud kepada Tuhan sebagai tanda terima kasih atas pelbagai karunia yang dilimpahkan kepada bangsa Indonesia, yakni sandang, pangan, dan pembangunan.
     Setelah itu baru menyebut Soeharto dengan kalimat “seorang bapak yang telah Kau cipta”, yang membimbing negeri dengan wibawa, dan senyumnya—ingat frasa the smiling general—disebut memberi cerah wajah Indonesia.
Lalu silakan resapi dua bait terakhirnya: 
Kepadamu Bapak kami Soeharto Terima kasih dari rakyat semua
Di belakangmu kami siagaDemi Kejayaan Indonesia.
Kepadamu Bapak kami SoehartoTerima kasih dari rakyat semua
Di dadamu kami serahkanBapak Pembangunan Indonesia.
Pada kalimat “Terima kasih dari rakyat semua”, sesuai dengan yang diberitakan oleh Merdeka, juga seperti yang termaktub dalam ketetapan MPR dalam pemberian gelar.
Lagu yang dinyanyikan Titiek Puspa itu mengamplifikasinya sehingga gelar tersebut menjadi populer. Sudah cukup? Lagi-lagi belum. Penghargaan yang konon keinginan rakyat itu hadir juga dalam uang pecahan lima puluh ribu bergambar Soeharto beserta hasil-hasil pembangunan, yang di bawahnya tertulis “Bapak Pembangunan Indonesia”.
Jadi, di balik semua “kenangan manis” tentang bapak pembangunan yang melekat pada Soeharto, yang diamplifikasi lewat sejumlah kanal kampanye, sejatinya terdapat tumpukan ketakutan rakyat yang tak mampu mengkritisi apalagi melawan. Seolah hidup berjalan normal dan baik-baik saja.
Dan “kehidupan yang normal” era rezim Orde Baru, kiwari masih menyisakan residu dengan bertebarannya kerinduan ganjil lewat kalimat “Piye kabare, penak zamanku toh?” ( disarikan dari Tirto Co Id/sup)

Komentar

Lebih baru Lebih lama