![]() |
Menara Koleksi Museum Belanda 1913-1918 |
Kudus,
Berita Moeria (BeMo)
Warga Kudus khususnya dan ahli purbakala hingga pemerhati cagar budaya pada umumnya memanjatkan
puji syukur kepada Tuhanl Setelah proses pemugaran komplek Makam Sunan Kudus,
Masjid Al Aqsa dan Menara Masjid selesai dipugar menjelang akhir 2014.
Mengingat sebagian besar bangunan kuno
tersebut rusak “dimakan usia”. Khususnya Menara Masjid yang telah miring, lapuk
dan nyaris ambruk, padahal Menara masjid itu didirikan
Sunan Kudus pada tahun Jawa 1609 atau
bertepatan dengan tahun Masehi 1685. Telah ditetapkan sebagai Situs Cagar
Budaya Peringkat Nasional. Melalui surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111/M/2018.
Setelah selesai dipugar warga Kota Kretek apalagi
peziarah- wisatawan umumnya menyatakan “pangling”
melihatnya. Bukan pada bentuknya yang tetap asli, tetapi sebagian besar
bangunan Menara yang berbahan baku bata merah diganti baru, sehingga bakal
nampak lebih “sumringah”. (lihat foto lama tahun 1913-1918 koleksi salah satu muesum di Belanda).
Selain itu seluruh bangunan bisa
dilihat dari arah menghadap ke jalan raya/ timur, maupun dari arah menghadap ke komplek makam
Sunan Kudus/barat. Setelah pihak Yayasan Masjid dan Makam Sunan Kudus ,
memutuskan untuk membongkar tratak yang dibangun di arah belakang Menara. Tratak itu merupakan bangunan baru
yang berfungsi untuk menampung kelebihan
umat yang bersembahyang di Masjid Sunan Kudus.Meski berdampak sebagian bangunan
Menara arah belakang tertutup, sehingga mengurangi nilai sudut pandang arsitekturnya.
Peredam getaran
Menurut Rabiman (55) ahli penata batu
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Tengah yang ditunjuk
sebagai pimpinan pemugaran, pemugaran nyaris menyeluruh hingga
ke semua sudut.
Diantara bangunan yang dipugar, maka proses pemugaran
Menara tergolong “berat”, Selain sangat
hati hati, juga mentrapkan sistem peredam getaran. Peredam getaran harus dipasang di sekeliling fondasi bangunan, agar bangunan Menara Masjid Sunan Kudus tidak
ambruk akibat hampir sepanjang 24 jam
terkena getaran mobil maupun motor yang melewati seputar Menara.
Rabiman menambahkan, tehnik pembuatan peredam getaran mengacu teknik tradisional, dengan bahan baku
batu kali, batu kerikil dan pasir- tanpa menggunakan semen. Dengan ukuran panjang 1 meter, kedalaman 1,5 meter
dan dilengkapi serabut kelapa, ijuk yang
diletakkan diantara balok kayu.
Sedang pemasangan bata merah di
seluruh tubuh bangunan juga tidak menggunakan semen , melainkan hanya
mengandalkan bata merah yang lebih dahulu ditumbuk halus dan disaring. Ditambah pasir dan gamping.
Khusus untuk bata merah harus dipesan
dan didatangkan dari Jatirogo, Tuban Jawa Timur. Dengan ukuran 25 x 5 x 15
centimeter/buah dan 30 x 6 x 30 centimeter. Ukuran tersebut lebih besar
dibanding ukuran bata merah yang dijual-belikan di pasaran umum. “Bata merah
dari Jatirogo tersebut kualitasnya jauh lebih bagus dibanding produk serupa
yang dihasilkan pengrajin bata merah di Kudus, Jepara dan sekitarnya. Tanah
liat maupun proses pembuatan hingga pembakarannya harus lolos dari tes
laboratorium.. Produsennya menjamin, bata merah itu tidak mudah lumutan, tidak
mudah lapuk karena diguyur hujan dan serangan
burung gereja.” ujarnya.
Akulturasi

Menara dari arah Timur
Menurut Dekan Fakultas Sastra
Universitas Indonesia Profesor Doktor Soetjipto Wirjosuparto( lahir di Solo
1915 dan wafat di Canberra 1971), yang
dikutip Sholichin Salam dalam bukunya Kudus Purbakala Dalam Perjuangan Islam (
cetakan kedua, terbitan Menara Kudus 1976), kaki Menara berbentuk denah bujur sangkar yang menjorok
ke luar dan dipergunakan sebagai tangga masuk.
![]() |
Menara dari arah Barat |
Sedang bentuk kaki Menara sama dengan
bentuk candi pada zaman pra Islam. Terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kaki menara, badan kaki menara dan puncak
kaki menara. Sedang penghias kaki menara berupa hiasan dekoratif berbentuk
ornamen geomatrik. Hiasan itu segi empat berada di ujung kiri dan samping kanan
berbentuk segitiga.
Bentuknya yang tergolong istimewa ini karena merupakan hasil akulturasi kebudayaan Hindu, Jawa dan
Islam. Akulturasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa : percampuran dua kebudayaan atau lebih yang
saling bertemu dan saling mempengaruhi.
32
piring

Salah satu piring Menara
Menara dengan ketinggian 18 meter, bagian atasp
berbentuk limas dan “berkaki “ dengan
ukuran 10 x 10 meter. Di bagian puncak terdapat sebuah bedug berukuran panjang
138 centimeter dan sebuah kentongan ukuran 150 centimeter.
Sedang “tubuh” menara dihiasi 32
piring. Dengan rincian piring berwarna kebiruan sebanyak 20 buah. Berhias/berlukiskan
masjid, manusia dan unta (onta). Dua belas lainnya berwarna merah putih dan didominasi lukisan
bunga.
Demi “keselamatan” bangunan, tidak
setiap hari Menara Masjid Al Aqsa ini dibuka untuk umum. Hanya saat dilakukan
prosesi “hari jadi”. Atau saat-momen tertentu saja. Itu pun terbatas
personil, hanya beberapa orang saja yang boleh menaiki Menara terssebut. (sup)
Posting Komentar