Akhir Oktober 2014 , Menara Kudus Selesai Dipugar Nyaris Ambruk Karena “Dimakan” Usia


Menara Koleksi Museum Belanda 1913-1918
Kudus, Berita Moeria (BeMo)
Warga Kudus khususnya dan ahli purbakala hingga pemerhati cagar budaya pada umumnya memanjatkan puji syukur kepada Tuhanl Setelah proses pemugaran komplek Makam Sunan Kudus, Masjid Al Aqsa dan Menara Masjid selesai dipugar menjelang akhir 2014.

Mengingat sebagian besar bangunan kuno tersebut rusak “dimakan usia”. Khususnya Menara Masjid yang telah miring, lapuk dan nyaris ambruk, padahal Menara masjid itu didirikan Sunan Kudus pada tahun Jawa 1609 atau bertepatan dengan tahun Masehi 1685. Telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya Peringkat Nasional. Melalui surat Keputusan Menteri Pendidikan  dan Kebudayaan nomor 111/M/2018.

Setelah selesai dipugar warga Kota Kretek apalagi peziarah- wisatawan  umumnya menyatakan “pangling” melihatnya. Bukan pada bentuknya yang tetap asli, tetapi sebagian besar bangunan Menara yang berbahan baku bata merah diganti baru, sehingga bakal nampak lebih “sumringah”. (lihat foto lama tahun 1913-1918 koleksi  salah satu muesum di Belanda).

Selain itu seluruh bangunan bisa dilihat dari arah menghadap ke jalan raya/ timur, maupun dari arah menghadap ke komplek makam Sunan Kudus/barat. Setelah pihak Yayasan Masjid dan Makam Sunan Kudus , memutuskan untuk membongkar tratak yang dibangun  di arah belakang  Menara. Tratak itu merupakan bangunan baru yang berfungsi untuk menampung  kelebihan umat yang bersembahyang di Masjid Sunan Kudus.Meski berdampak sebagian bangunan Menara arah belakang tertutup, sehingga mengurangi nilai sudut pandang  arsitekturnya. 

Peredam getaran

Menurut Rabiman (55) ahli penata batu Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Tengah yang ditunjuk sebagai  pimpinan  pemugaran, pemugaran nyaris menyeluruh hingga ke semua sudut.

Diantara bangunan yang dipugar, maka proses pemugaran Menara tergolong “berat”,  Selain sangat hati hati,  juga mentrapkan  sistem peredam getaran. Peredam getaran harus dipasang  di sekeliling fondasi  bangunan, agar  bangunan Menara Masjid Sunan Kudus tidak ambruk akibat  hampir sepanjang 24 jam terkena getaran mobil maupun motor yang melewati seputar  Menara. 

Rabiman menambahkan,  tehnik pembuatan peredam getaran  mengacu teknik tradisional, dengan bahan baku batu kali, batu kerikil dan pasir- tanpa menggunakan semen. Dengan  ukuran panjang 1 meter, kedalaman 1,5 meter dan dilengkapi  serabut kelapa, ijuk yang diletakkan diantara balok kayu.

Sedang pemasangan bata merah di seluruh tubuh bangunan juga tidak menggunakan semen , melainkan hanya mengandalkan bata merah yang lebih dahulu ditumbuk halus  dan disaring. Ditambah  pasir dan gamping.

Khusus untuk bata merah harus dipesan dan didatangkan dari Jatirogo, Tuban Jawa Timur. Dengan ukuran 25 x 5 x 15 centimeter/buah dan 30 x 6 x 30 centimeter. Ukuran tersebut lebih besar dibanding ukuran bata merah yang dijual-belikan di pasaran umum. “Bata merah dari Jatirogo tersebut kualitasnya jauh lebih bagus dibanding produk serupa yang dihasilkan pengrajin bata merah di Kudus, Jepara dan sekitarnya. Tanah liat maupun proses pembuatan hingga pembakarannya harus lolos dari tes laboratorium.. Produsennya menjamin, bata merah itu tidak mudah lumutan, tidak mudah lapuk karena diguyur hujan dan serangan  burung gereja.” ujarnya.


Akulturasi
Menara dari arah Timur

Menurut Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia Profesor Doktor Soetjipto Wirjosuparto( lahir di Solo 1915 dan wafat di Canberra 1971),  yang dikutip Sholichin Salam dalam bukunya Kudus Purbakala Dalam Perjuangan Islam ( cetakan kedua, terbitan Menara Kudus 1976), kaki Menara  berbentuk denah bujur sangkar yang menjorok ke luar dan dipergunakan sebagai tangga masuk.
Menara dari arah Barat
Sedang bentuk kaki Menara sama dengan bentuk candi pada zaman pra Islam. Terbagi menjadi 3 bagian, yaitu  kaki menara, badan kaki menara dan puncak kaki menara. Sedang penghias kaki menara berupa hiasan dekoratif berbentuk ornamen geomatrik. Hiasan itu segi empat berada di ujung kiri dan samping kanan berbentuk segitiga.

Bentuknya yang tergolong istimewa ini karena merupakan  hasil akulturasi kebudayaan Hindu, Jawa dan Islam. Akulturasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa :  percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling  bertemu  dan saling mempengaruhi.

32 piring
Salah satu piring Menara

Menara dengan ketinggian 18 meter, bagian atasp berbentuk limas dan “berkaki  “ dengan ukuran 10 x 10 meter. Di bagian puncak terdapat sebuah bedug berukuran panjang 138 centimeter dan sebuah kentongan ukuran 150 centimeter.

Sedang “tubuh” menara dihiasi 32 piring. Dengan rincian piring berwarna kebiruan sebanyak 20 buah. Berhias/berlukiskan masjid, manusia dan unta (onta). Dua belas lainnya  berwarna merah putih dan didominasi lukisan bunga.

Demi “keselamatan” bangunan, tidak setiap hari Menara Masjid Al Aqsa ini dibuka untuk umum. Hanya saat dilakukan prosesi  “hari jadi”. Atau  saat-momen tertentu saja. Itu pun terbatas personil, hanya beberapa orang saja yang boleh menaiki Menara terssebut. (sup)

Komentar

Lebih baru Lebih lama