Gua Jepang di Gunung Muria |
Kudus, Berita Moeria (Bemo)
Sudah sekitar sembilan bulan terakhir, kami bertiga Suprapto( seksi sejarah& purbakala KSBN Kudus, Ridho (mantan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Colo, Budi Santoso ( warga desa setempat) belum kembali mendaki “punggung Gunung Muria yang berketinggian 1.612 meter di atas permukaan laut Guna melihat secara langsung Gua Jepang yang konon penuh misteri.
Selain medan yang lumayan sulit dicapai, keengganan kami untuk kembali menengok dan membedah Gua Jepang, karena pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus. Dalam hal ini Dinas pariwisata dan kebudayaan setempat samasekali tidak merespon.’
Padahal berdasarkan Keputusan Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Tengah, Drs Endjat Djaenuderajadjat, September 2005, “Gua Jepang” yang terletak sekitar 100 meter dari puncak Gunung Muria ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya (BCB) tak bergerak Kabupaten Kudus 2005.
Gua Jepang yang secara administratif berada di wilayah Desa Japan Kecamatan Dawe tersebut termasuk periode kolonial. Selain itu merupakan salah satu diantara 89 BCB tak bergerak di Kabupaten Kudus yang ditetapkan BP3 Provinsi Jawa Tengah. Serta berdasarkan register nomor 88.11-19/Kud/55/TB/14.
Meski telah ditetapkan sebagai BCB, hingga sekarang ini Selasa (31/3/2020) (17/6/2019) Pemkab Kudus/ Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Diparbud) setempat belum membuat program untuk dijadikan obyek wisata .atau obyek lainnya.
Diparbud Kudus juga belum sepenuhnya menindak lanjuti undang undang nomer 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Sebagai pengganti undang undang nomor 5 (lima) tahun 1992 tentang benda cagar budaya (karena tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat). Padahal undang undang nomer 11 tahun 2010, telah “berumur” 8- 9 tahun.
Menurut Sancaka Dwi Supani ( Sekretaris wilayah kecamatan Undaan yang mengaku pernah menjejakkan kai di Gua Jepang, gua ini, berukuran panjang 100 meter, lebar 2 (dua) meter, tinggi gua 3 (tiga) meter. “Ada bekas kamar mandi, WC dan sumur. Sedang pintu masuk ke gua ada tiga tempat. Dua diantaranya lobang guanya kecil 0,50 – 0,75 meter Lalu untuk satu pintu lainnya masih menjadi misteri, karena ditutup dengan pasangan beton setebal 10 centimeter. Saya lupa tahun berapa saya ke sana, tapi bersama-sama rombongan dari Pemkab Kudus. Sebelum saya dipindah ke Diparbud Kudus ” ujarnya.
Berdasarkan hasil penesuluran kami bertiga pada Sabtu ( 15/6/2019), mulut Gua Jepang tersebut berdiamater kurang dari dua meter, sehingga harus merunduk saat masuk ke dalam.
Setelah berada di dalam gua, ruangannya sedikit lapang. Lebarnya hampir dua meter . Ketinggiannya lebih dari satu meter.Lalu ada undhak-undhakan menuju ke atas. Namun kami tidak membawa perlengkapan yang memadai. Lampu sorot hanya satu. Itupun sinarnya tidak begitu terang, sehingga tidak semua ruangan gua terkena sinar.. Meski ada tambahan “lampu” dari hand phone ..
Selain itu selama beberapa menit di dalam gua, kami dikerubuti ribuan nyamuk dan ruangannya cukup pengab.- tidak ada sirkulasi udara. Kami sepakat untuk kembali ke luar gua tidak jadi melanjutkan perjalanan/menyusuri gua lebih jauh lagi.
Berdasarkan pengamtan kami bertiga maka kami membuat catatan seperti berikut :
(1) belum bisa memastikan panjang gua,, karena kami baru melangkah pada jarak sekitar 10 -15 meter saja.
(2) belum mengetahui adanya pintu-pintu gua lainnya.
(3) gua tersebut diduga kuat memang gua buatan. Bukan gua alam.
(4) sebagian besar gua itu berlapiskan batu padas, batuan kecil kecil dengan kondisi sedikit basah..
(5) mulut gua berada di tepi sungai dengan “pelatarannya” hanya selebar sekitar dua meter persegi. (6) bagian atas, samping kanan kiri dipenuhi aneka jenis tumbuhan dan pohon berdaun lebat.
(7) untuk mencapai mulut gua, kami menempuh perjalanan dari komplek air tiga rasa Rejenu/komplek makam sebagai makam Syeh Sadzali. Konon Salah satu murid Sunan Muria yang disegani, berasal dari Irak (Baghdad)..
(8) dari komplek tersebut kami berjalan menyusuri “jalan tikus” dan sungai yang dipenuhi batu besar, sedang, kecil. Airnya cukup bersih. Lebarnya rata-rata hanya sekitar 3-4 meter saja. Dengan waktu tempuh sekitar tiga jam pulang pergi ( sudah termasuk beberapa kali istirahat)..
(9) cukup menarik- berpotensi besar jika dijadikan salah satu obyek wisata dengan catatan :- dibuatkan jalan dari komplek air tiga rasa Rejenu, karena jarak tempuhnya lebih dekat jika melalui tempat lain.
Pembuatan jalan berupa semen cor dengan sistem padat karya sekaligus menata sungai setempat . Meneliti lebih lanjut lagi tentang gua jepang dengan melibatkan tim ahli (sejarah, budaya, gua-gunung, arkeologi dan sebagainya).
Sebab nantinya bisa mengungkap lebih gamblang dan ilmiah, karena nyaris di semua wilayah di Indonesia dijumpai gua jepang yang ceriteranya tidak sama satu dengan yang lainnya. Terutama menyangkut fungsinya apakah hanya sekedar lokasi perlindungan- pertahanan. Atau dimanfaatkan untuk tempat penyiksaan hingga pembantaian warga setempat, tempat menyimpan harta rampasan, logistic dan sebagainya.. (Di bukit Patiayam Desa Terban Kecamatan Jekulo juga ada “gua jepang”. Juga di perbukitan Desa Wonosoco Kecamatan Undaan). (sup)
Posting Komentar